Meskipun medan perang utama konflik Israel-Hamas kali ini terkonsentrasi di Jalur Gaza, pasca-resesi, konflik dengan cepat menyebar ke seluruh kawasan Timur Tengah. Bahkan tempat-tempat yang jauh seperti AS, Inggris, Ukraina, Brasil, Afrika Selatan... pun dapat merasakan "gempa susulan" yang kuat dari konflik tersebut. Selain konflik bersenjata regional yang terus meluas dan berkepanjangan, potensi konflik akibat perang di Jalur Gaza juga sangat memengaruhi perkembangan dan pergerakan situasi geopolitik serta tatanan internasional.
Konflik cenderung menyebar ke banyak tempat.
Pada 7 Oktober 2023, setelah Hamas tiba-tiba menyerang Israel dengan kampanye "Banjir Al-Aqsa", tentara Israel melancarkan kampanye militer "Pedang Besi" terhadap organisasi-organisasi bersenjata di Jalur Gaza. Setelah itu, perang di Jalur Gaza berkembang pesat mengikuti model konflik "pusat-pinggiran". Dengan medan perang sentral di Jalur Gaza, kawasan Timur Tengah secara bersamaan memiliki 5 front, yaitu: Tepi Barat, Lebanon, Irak, Suriah, dan Yaman-Laut Merah. Kelima front ini pada dasarnya merupakan perang pinggiran, yang bertujuan untuk mengoordinasikan operasi dengan Hamas, sehingga menyebarkan kekuatan dan sumber daya Israel.
Kampanye militer Israel di Jalur Gaza merupakan perang terbesar, terganas, dan terlama sejak berdirinya Negara Israel (tahun 1948) hingga saat ini. Foto: AP |
Di Tepi Barat, konflik utamanya berdarah antara tentara Israel, polisi, ekstremis di permukiman Yahudi, dan faksi-faksi bersenjata, serta rakyat Palestina. Karena skala dan keparahan konflik di Jalur Gaza, konflik di Tepi Barat kurang mendapat perhatian dari publik luar. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, skala dan frekuensi konflik Israel-Palestina di Tepi Barat juga meningkat. Perang di Jalur Gaza ini semakin memperparah konfrontasi di Tepi Barat, menyebabkan komunitas internasional khawatir bahwa situasi di wilayah ini akan semakin tak terkendali.
Sementara itu, di Lebanon, konflik utama terjadi antara Hizbullah dan Israel. Konflik antara Lebanon dan Israel di front ini terutama terkonsentrasi di wilayah perbatasan di Israel utara, tetapi ibu kota Lebanon, Beirut, dan kota-kota di Israel selatan juga terkadang diserang. Oleh karena itu, masyarakat internasional khawatir akan pecahnya perang skala besar antara Israel dan Hizbullah. Setelah konflik di Jalur Gaza pecah, untuk mencegah Hizbullah berpartisipasi dalam perang, Israel terpaksa mengerahkan pasukan besar di Utara untuk menghindari perang kedua, sementara AS juga mengirim gugus tugas tempur kapal induk untuk berlabuh di Mediterania Timur.
Di wilayah Laut Merah-Yaman, terutama terdapat konfrontasi sengit antara angkatan bersenjata Houthi di Yaman dan AS serta Inggris. Ciri khas front ini adalah AS dan Inggris, atas nama melindungi kebebasan navigasi, telah menggantikan Israel dalam melancarkan serangan militer terhadap pasukan Houthi. Ketika konflik di Jalur Gaza meletus, angkatan bersenjata Houthi terutama menyerang target-target di dalam wilayah Israel dengan UAV dan rudal balistik, tetapi tidak terlalu efektif karena jaraknya yang jauh. Sejak pertengahan November 2023, angkatan bersenjata Houthi mulai menyerang kapal-kapal milik Israel yang berlayar di Laut Merah, yang menyebabkan krisis di wilayah laut ini.
Untuk menghindari serangan, ratusan kapal dagang terpaksa berlayar mengitari Tanjung Harapan Afrika untuk mencapai Eropa dan Mediterania. Kerusuhan di Laut Merah tidak hanya menyebabkan krisis maritim dan mengancam rantai pasokan global, tetapi juga telah meningkat menjadi krisis keamanan di laut tersebut. Pemberontak Houthi mengatakan mereka hanya akan menghentikan serangan jika Israel menghentikan tembakan.
Menurut para ahli, konflik di Jalur Gaza kali ini sebenarnya telah meluas ke luar wilayah tersebut dan tidak terbatas pada garis depan yang disebutkan di atas. Selain konflik bersenjata, konflik ini juga telah meluas ke aspek geopolitik dan ekonomi .
Secara politis, perang di Jalur Gaza telah mempercepat transformasi konflik utama di kawasan Timur Tengah, mengubah hubungan geopolitik dengan cepat, dan menyebabkan "tren rekonsiliasi" di kawasan tersebut dalam beberapa tahun terakhir mengalami stagnasi.
Secara ekonomi, perang di Jalur Gaza telah menyebabkan kerusakan besar bagi Israel, Mesir, Yordania, Lebanon, Suriah, Yaman...
Mengubah tatanan dunia
Dampak konflik di Jalur Gaza telah menyebar jauh melampaui Timur Tengah. Pertama, konflik tersebut telah merusak reputasi global Israel secara serius. Kampanye militer Israel di Jalur Gaza telah menyebabkan bencana kemanusiaan yang besar.
Selain itu, konflik ini juga telah menyebar ke Eropa, yang secara langsung memengaruhi perkembangan krisis Ukraina yang telah berlangsung sejak Februari 2022 hingga saat ini. Pecahnya konflik yang tiba-tiba di Jalur Gaza tidak hanya mengalihkan perhatian AS dan negara-negara Barat dari krisis Ukraina, tetapi juga mengurangi bantuan keuangan dan senjata ke Ukraina.
Meskipun ada seruan dari komunitas internasional dan bahkan sekutu utama, militer Israel menyatakan telah memasuki fase baru perang. Foto: AP |
Namun, konflik Israel-Hamas bukan hanya inti dari serangkaian masalah kompleks di kawasan Timur Tengah, tetapi juga masalah besar yang mengancam perdamaian dan keamanan global. Wajar jika konflik di Jalur Gaza terus menyebar ke luar negeri.
Dari segi bentuk, konflik yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, yang telah menyebar ke luar, juga terkait erat dengan konflik internasional dan regional yang kompleks saat ini, di mana AS dan Israel memainkan peran sentral.
Dalam jangka pendek, jika konflik di Jalur Gaza tidak berakhir, penyebaran konflik ini tidak akan berhenti, bahkan akan terus meluas dan berlangsung lebih lama. Jika kesepakatan gencatan senjata tercapai di Jalur Gaza, langkah Israel selanjutnya patut dicermati. Isu yang paling menonjol adalah apakah Israel akan melancarkan operasi melawan Hizbullah dan apakah akan ada konfrontasi militer langsung antara Israel dan Iran.
Dalam jangka panjang, penyelesaian konflik Israel-Palestina dan penyebarannya sangat bergantung pada apakah keadilan internasional dapat disuarakan dan tatanan internasional yang adil dan masuk akal dapat ditegakkan. Karena isu Palestina pada hakikatnya adalah upaya mempertahankan keadilan internasional dan legitimasi tatanan internasional.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan, hingga 13 Mei, jumlah korban tewas di Jalur Gaza akibat konflik antara Israel dan Hamas mencapai lebih dari 35.000 orang, namun banyak jenazah korban yang belum teridentifikasi.
Juru bicara PBB, Farhan Haq, mengatakan data dari otoritas kesehatan Gaza, yang sering dikutip PBB dalam laporannya mengenai konflik selama tujuh bulan, menunjukkan bahwa 24.686 orang telah teridentifikasi sepenuhnya, termasuk 7.797 anak-anak, 4.959 perempuan, 1.924 lansia, dan 10.006 laki-laki. Namun, masih ada lebih dari 10.000 jenazah yang perlu diidentifikasi.
Sementara itu, juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Margaret Harris mengatakan jumlah korban tewas sebenarnya dalam konflik di Jalur Gaza bisa lebih tinggi dari 35.000.
[iklan_2]
Sumber: https://congthuong.vn/xung-dot-o-dai-gaza-va-nhung-he-luy-kho-luong-321955.html
Komentar (0)