CEO bank terbesar di Amerika memperingatkan bahayanya mempercayai hanya satu skenario ekonomi , terutama ketika bank sentral terus-menerus salah dalam prakiraan mereka.
"Bersiaplah untuk semua skenario, semua kemungkinan, jangan hanya menyerukan tindakan tertentu," kata Dimon pada 24 Oktober dalam diskusi panel di konferensi Future Investment Initiative di Arab Saudi. Ia mengatakan banyak masalah yang bisa muncul dan akan mempersulit keadaan.
"Saya ingin menunjukkan bahwa perkiraan bank sentral 18 bulan lalu 100% salah. Saya akan sangat berhati-hati tentang apa yang mungkin terjadi tahun depan," ujarnya.
Komentar tersebut menggemakan proyeksi Federal Reserve untuk awal 2022 dan 2021, ketika para pejabat mengatakan lonjakan inflasi "hanyalah masa transisi." Oleh karena itu, The Fed mempertahankan kebijakan daruratnya dan berharap inflasi akan mereda.
Namun, inflasi lebih persisten dan meluas dari yang diperkirakan, sebagian disebabkan oleh gangguan rantai pasokan akibat Covid-19 dan perang di Ukraina. Sejumlah bank sentral, dari AS, Eropa, hingga Australia, terpaksa terus menaikkan suku bunga sejak tahun lalu untuk mengendalikan inflasi.
CEO JP Morgan, Jamie Dimon, dalam sebuah konferensi di California (AS). Foto: Reuters
Selain salah membaca pergerakan harga, pejabat The Fed pada Maret 2022 juga memperkirakan suku bunga hanya akan naik menjadi 2,8% pada akhir tahun ini. Saat ini, angka tersebut mencapai 5,25%—tertinggi dalam 22 tahun. Inflasi inti juga diperkirakan hanya 2,8%—1,1% lebih rendah dari level saat ini.
Dimon mengkritik bahwa "bank sentral dan pemerintah merasa mereka dapat menyelesaikan semua ini," yang membuatnya "harus selalu berhati-hati."
Sementara itu, sementara sebagian besar Wall Street berfokus pada apakah The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (0,25%) tahun ini, Dimon tidak memperhatikannya. "Saya rasa 25 basis poin atau lebih tidak akan berpengaruh," ujarnya.
Awal bulan ini, dalam wawancara di Bloomberg TV, Dimon mengatakan Federal Reserve AS tidak dapat berhenti menaikkan suku bunga untuk mengekang inflasi, dan dia mengatakan suku bunga dapat mencapai 7%.
"Ini adalah momen paling berbahaya yang pernah dialami dunia dalam beberapa dekade," ujarnya. Suku bunga 7% dapat menghambat konsumsi dan investasi, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Namun, ia tidak dapat memprediksi dampak apa yang akan ditimbulkannya terhadap perekonomian. "Kita masih bisa mengalami soft landing, resesi ringan, atau resesi yang mendalam," ujarnya.
Ha Thu (menurut CNBC)
[iklan_2]
Tautan sumber
Komentar (0)