
Profesor Huynh Van Son, Kepala Universitas Pendidikan Kota Ho Chi Minh
FOTO: NVCC
Guru harus memiliki kemampuan untuk belajar sepanjang hayat.
Profesor, dalam konteks perkembangan teknologi yang pesat saat ini, bagaimana Anda mengevaluasi perubahan persyaratan untuk profesi guru?
Profesor Huynh Van Son: Dahulu, guru dianggap sebagai "gudang pengetahuan yang hidup", mereka yang menyimpan, mewariskan, dan membimbing siswa tentang nilai-nilai dasar kemanusiaan. Namun kini, ketika pengetahuan disimpan dan disebarkan melalui miliaran klik, peran guru bukan lagi sekadar mewariskan, melainkan menjadi pembimbing, pemberi saran, dan inspirator bagi kemampuan belajar mandiri dan kepribadian siswa, serta keberanian, kemandirian, dan tanggung jawab.
Kita tidak dapat menyangkal bahwa kecerdasan buatan (AI) dapat lebih pintar daripada manusia dalam pemrosesan data, tetapi tidak dapat menggantikan manusia dalam memengaruhi, memelihara, dan membangkitkan jiwa. Seorang guru di era baru haruslah seseorang yang tahu bagaimana menggunakan teknologi sebagai asisten yang cerdas, tetapi hati tetap harus memimpin dan menunjukkan jalan. Baru-baru ini, beberapa mahasiswa pedagogi dan saya berbagi dan sepakat: "Jangan takut pada AI yang baik, takutlah saja pada guru yang melupakan nilai-nilai kemanusiaan dalam mengajar." Karena, bagaimanapun dunia berubah, mengajar tetaplah profesi manusia, oleh manusia, dan untuk manusia. Bagaimana hati Anda menggunakan AI, hasilnya akan seperti itu; bagaimana bakat Anda menggunakan AI, esensi dari bakat itu akan segera terlihat...
Dari perspektif lain, teknologi telah mengubah tuntutan profesi guru, tidak hanya dalam hal pengetahuan digital, tetapi juga dalam hal kapasitas emosional, kemampuan beradaptasi, berpikir kritis, dan komunikasi antarbudaya. Konteks ini menuntut guru untuk mampu belajar sepanjang hayat, fleksibel dalam metode mengajar, mampu menginspirasi di dunia virtual, dan mampu "menghubungkan" siswa di dunia nyata dengan energi positif dan keyakinan pendidikan . Menginspirasi, memimpin dengan penuh tanggung jawab, menggunakan hati nurani dan emosi untuk hidup dan bekerja... adalah hal-hal yang akan selalu dihargai dalam menjalankan tugas.
Persyaratan kelangsungan hidup profesi guru saat ini
Menurut Anda, apa saja kompetensi inti yang perlu dimiliki guru era baru untuk memenuhi persyaratan pendidikan modern?

Program pelatihan guru berfokus pada pengetahuan profesional dan keterampilan pedagogis yang dihubungkan dengan model pelatihan terbuka - adaptif - terintegrasi teknologi.
FOTO: NHAT THINH
Pada hakikatnya, guru adalah mereka yang "menghasilkan" sumber daya manusia untuk semua profesi lainnya. Jika "mesin utama" rusak, output-nya, yaitu manusia sosial, akan terpengaruh. Oleh karena itu, membentuk kompetensi inti guru di era baru merupakan tugas yang strategis dan sangat penting. Sulit untuk menggeneralisasi atau memilih karena kompetensi merupakan kombinasi, tetapi dimungkinkan untuk memilih sejumlah kelompok kompetensi yang perlu diprioritaskan oleh guru di era AI.
Yang pertama adalah kapasitas teknologi dan transformasi digital. Karena kita tidak bisa mengajar dengan cara lama di lingkungan belajar yang baru. Guru harus memahami, menggunakan, dan mengintegrasikan teknologi secara proaktif, mulai dari merancang kuliah daring, menerapkan AI dalam penilaian dan umpan balik, hingga menggunakan data pembelajaran untuk menganalisis kapasitas siswa. Namun, yang lebih penting adalah mengetahui cara mengendalikan teknologi, bukan dikendalikan oleh teknologi.
Yang kedua adalah kapasitas emosi dan perilaku manusia. Ini adalah sesuatu yang tak tergantikan oleh mesin. Sepatah kata penyemangat, tatapan mata, dukungan sederhana, atau sekadar empati di saat yang tepat dapat mengubah hidup seorang siswa. Guru membutuhkan kemampuan untuk mendengarkan, memahami, berempati, dan mendidik dengan sepenuh hati karena itu adalah alat yang sangat berharga.
Ketiga, kreativitas dan berpikir kritis. Guru tidak dapat mengajarkan berpikir kreatif jika mereka sendiri kurang kreatif. Guru perlu belajar bagaimana merancang pengalaman belajar, bukan hanya menyampaikan materi. Setiap pelajaran harus menjadi perjalanan penemuan , bukan sekadar ujian. Berpikir kritis dengan teknik dan tujuan; berpikir kritis yang bertujuan untuk sesuatu yang baru dan kreatif sangatlah berharga.
Keempat, kemampuan untuk berintegrasi dan kemampuan untuk belajar sepanjang hayat. Di dunia yang datar, pengetahuan berubah lebih cepat dari sebelumnya. Guru tidak hanya dapat mengajarkan apa yang mereka ketahui, tetapi juga perlu belajar bagaimana mengajarkan hal-hal baru. Belajar beradaptasi, belajar meningkatkan diri, itulah persyaratan vital profesi guru saat ini.
Pada akhirnya, hal terpenting tetaplah kemampuan untuk mencintai profesi dan meyakini nilai pendidikan. Seorang guru bisa saja mahir dalam teknologi dan memiliki keterampilan, tetapi jika ia kurang cinta dan dedikasi, ia akan kesulitan mewariskan api penemuan pengetahuan. Teknologi hanyalah alat, hati adalah "hak cipta" sejati seorang guru.

Mahasiswa pedagogi di kelas. Salah satu kompetensi yang dibutuhkan guru saat ini adalah teknologi dan transformasi digital.
FOTO: NHAT THINH
“Pendidikan Cerdas” Tidak Bisa Hanya Sekadar “Pendidikan Mesin”
Untuk mencapai tujuan di atas, faktor apa saja yang menjadi fokus pelatihan guru di sekolah saat ini, dan apa yang berbeda dari sebelumnya?
Singkatnya, pendidikan pedagogis saat ini tidak hanya mengajarkan untuk menjadi seorang profesional, tetapi juga mengajarkan untuk beradaptasi, berinovasi, dan memimpin perubahan. Hal ini telah menjadi perhatian utama para pemimpin pendidikan selama ini. Universitas Pendidikan Kota Ho Chi Minh khususnya sedang menerapkan berbagai inovasi komprehensif, mulai dari filosofi pelatihan hingga operasional program. Program pelatihan ini berfokus pada pengetahuan profesional dan keterampilan pedagogis yang dipadukan dengan model pelatihan terbuka - adaptasi cepat - integrasi teknologi. Kami berfokus pada 3 faktor:
Yang pertama adalah pelatihan berbasis kompetensi. Mahasiswa tidak hanya harus "tahu cara mengajar", tetapi juga "mampu mengajar" dan yang lebih penting, "mengajar dengan baik dan mengajar secara kreatif". Semua program disusun berdasarkan standar kompetensi keluaran, dengan sistem penilaian yang teruji.
Yang kedua adalah pengembangan kapasitas teknologi digital. Sejak tahun 2023, sekolah telah membangun standar keluaran untuk kapasitas digital dan teknologi digital yang tersebar secara horizontal dan vertikal dalam program. Selain mata kuliah informatika dasar dan terapan, integrasi mata kuliah dan modul pendidikan keterampilan digital tentang aplikasi AI dalam pendidikan, analisis data pembelajaran, desain pembelajaran digital, dan implementasi penilaian berbasis AI merupakan langkah berkelanjutan.

Siswa didorong untuk menjadi kreatif, kritis, dan berbagi serta berinteraksi untuk tumbuh.
FOTO: NHAT THINH
Ketiga, menumbuhkan kualitas manusia. Sekolah pedagogis tidak hanya mengajarkan "teknologi pengajaran", tetapi juga "seni menjadi manusia" secara paralel dan saling melengkapi. Kegiatan berbasis pengalaman, kegiatan sukarela, konseling psikologis, dan dukungan komunitas semuanya dilaksanakan secara rutin, karena kami percaya bahwa hanya guru yang bahagia yang dapat menciptakan kelas yang bahagia.
Namun, perbedaan terbesar terletak pada cara pandang peserta didik: bukan sebagai penerima pengetahuan, melainkan sebagai rekan pencipta pengetahuan. Peserta didik didorong untuk berkreasi, berdebat, berbagi, dan berinteraksi untuk berkembang.
Bagaimana kombinasi unsur teknologi dan manusia dalam pengajaran seimbang?
Kami memahami bahwa "pendidikan cerdas" tidak bisa hanya "pendidikan mesin". Karena jika hanya ada mesin, manusia akan tersesat; dan jika hanya ada manusia, manusia akan tertinggal. Masalahnya adalah menyeimbangkan antara teknologi dan "kemanusiaan".
Dalam hal program, sekolah telah menerapkan banyak solusi sinkron, seperti mengintegrasikan teknologi di semua mata kuliah serta memastikan standar keluaran, siswa memiliki akses ke platform pembelajaran pintar, menerapkan AI untuk membangun rencana pelajaran, menganalisis data kelas, dan membangun profil kompetensi siswa.
Rasakan pengalaman kelas simulasi - realitas virtual, siswa merasakan pengalaman di ruang kelas simulasi dengan beberapa teknologi awal pada realitas virtual. Kembangkan kapasitas keamanan digital dan etika digital: Guru tidak hanya membutuhkan keterampilan, tetapi juga tanggung jawab saat menggunakan teknologi. Mengajar dengan AI harus sejalan dengan kesadaran akan hak cipta, kebenaran, dan etika profesional.
Pada saat yang sama, kita tidak lupa untuk tetap menjaga aspek "manusia" dalam pendidikan. Teknologi dapat mendukung penilaian cepat, tetapi hanya hati guru yang dapat mengenali emosi dan suasana hati siswa. Teknologi dapat memprediksi tren pembelajaran, tetapi hanya guru yang memahami akar permasalahan di balik tatapan mata yang tenang atau senyuman yang tersungging.
Dalam setiap upaya berinovasi, kami selalu mengingat: Teknologi hanya bermakna apabila membantu manusia menjadi lebih manusiawi, khususnya bagi mereka yang belajar mengolah manusia.
Seperti apa guru 10 tahun mendatang?
Melihat ke masa depan, saya percaya guru akan memiliki dua "identitas": guru teknologi dan guru emosional.
Guru 10 tahun ke depan dapat berada di kelas virtual, menggunakan AI untuk mempersonalisasi pembelajaran, tetapi di saat yang sama tetap mampu bercerita, menginspirasi, dan mendidik dengan sepenuh hati secara seimbang dan harmonis. Guru bukan sekadar "guru", melainkan "perancang pembelajaran" - orang yang menciptakan pengalaman belajar yang sesuai untuk setiap siswa, dengan aplikasi teknologi digital.
Guru masa depan harus memiliki kemampuan menganalisis data siswa, tahu cara memilih perangkat digital yang tepat, sambil tetap menjaga empati, seni pedagogi, dan keberanian pedagogis.
Perguruan tinggi pedagogi tidak hanya melatih guru, tetapi juga menjadi pusat penelitian, transfer pengetahuan pendidikan, konsultasi kebijakan, dan pembinaan ekosistem pendidikan yang cerdas. Dalam konteks pendidikan terbuka, perguruan tinggi pedagogi perlu menghubungkan dan menerapkan teknologi, memanfaatkan teknologi dalam filosofi pelatihan, siklus pelatihan, penilaian... untuk memastikan penerapan dan pembaruan berkelanjutan. Namun, ada "chip asli" yang tak pernah bisa diprogram ulang, yaitu hati seorang guru. Tidak ada AI yang dapat menggantikan emosi, kesabaran, toleransi, dan altruisme seorang guru sejati. Karena pendidikan bukan hanya tentang menyampaikan, tetapi tentang menabur benih jiwa dan menumbuhkan kepribadian.
Jika ingin menjadi "penabur" di dunia yang penuh gejolak ini, mahasiswa pedagogi harus menginvestasikan kecerdasan dan jiwanya. Menjadi guru masa kini adalah perjalanan yang berani. Beranilah mempelajari hal baru, berani menghadapi perubahan, dan beranilah menjaga kemanusiaan di era data dan algoritma. Jadilah guru di era digital, tetapi jangan biarkan hatimu "terdigitalisasi". Kamu membutuhkan kecerdasan untuk beradaptasi, cinta untuk bertahan, dan tanggung jawab untuk berkontribusi. Karena, betapa pun zaman berubah, guru tetaplah yang membangkitkan mimpi dan aspirasi setiap siswa.
Sumber: https://thanhnien.vn/giao-duc-su-pham-de-thich-ung-doi-moi-va-lanh-dao-su-thay-doi-185251113153449841.htm






Komentar (0)