Warga Palestina mengungsi untuk menghindari konflik di Beit Hanoun, Gaza, 18 Maret. Foto: THX/TTXVN
Times of Israel melaporkan pada tanggal 27 April bahwa kelompok pertama yang terdiri dari 100 warga Gaza akan terbang ke Indonesia untuk bekerja, sebagai bagian dari program percontohan untuk mendorong warga Palestina agar secara sukarela beremigrasi dari Jalur Gaza.
Program percontohan ini dijalankan oleh Mayor Jenderal Ghassan Alian, kepala unit Koordinasi Kegiatan Pemerintah di Wilayah Palestina (COGAT) Kementerian Pertahanan Israel. Warga Palestina di Gaza yang berpartisipasi dalam program ini dapat direkrut ke dalam industri konstruksi, lapor Channel 12.
Menurut media lokal, pemerintah Israel berharap jika program percontohan ini berhasil, ribuan warga Gaza akan terdorong untuk secara sukarela pindah ke Indonesia untuk bekerja dan kemudian memutuskan untuk menetap secara permanen di negara Asia Tenggara tersebut, yang 87 persen penduduknya Muslim.
Namun, hal ini memerlukan persetujuan Indonesia. Times of Israel juga menyatakan bahwa karena Israel dan Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik , saluran komunikasi khusus telah dibuka antara Tel Aviv dan Jakarta untuk mengembangkan program tersebut. Jika program percontohan ini berhasil, sebuah "otoritas migrasi" yang dibentuk oleh pemerintah Israel akan bertanggung jawab atas pelaksanaannya.
Mengenai Indonesia, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rolliansyah Soemirat dengan cepat membantah informasi yang dilaporkan oleh media Israel.
Pada tanggal 27 Maret, Bapak Rolliansyah Soemirat menegaskan kepada para wartawan: "Pemerintah Indonesia tidak pernah berdiskusi dengan siapa pun atau menerima informasi apa pun mengenai rencana relokasi warga Gaza ke Indonesia sebagaimana dilaporkan oleh beberapa media asing. Kami dapat mengonfirmasi bahwa belum ada diskusi atau konsensus antara Indonesia dan siapa pun terkait isu ini."
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan fokus utama negara Asia Tenggara itu sekarang adalah fase kedua gencatan senjata antara Israel dan Hamas, serta upaya rekonstruksi Gaza.
Indonesia sebelumnya telah menyatakan dukungannya terhadap pernyataan akhir KTT Arab tentang upaya bersama untuk membantu membangun kembali Jalur Gaza pascakonflik. "Kami menyambut baik Deklarasi Kairo, yang merupakan hasil KTT Arab tentang upaya membangun kembali Jalur Gaza," ujar Rolliansyah Soemirat pada 6 Maret.
KTT Arab pada tanggal 4 Maret mengadopsi Deklarasi Kairo, yang mencakup rencana pemulihan dan rekonstruksi awal untuk Gaza.
Pemandangan kehancuran akibat konflik di Beit Hanoun, Jalur Gaza. Foto: Terima kasih/TTXVN
Pada KTT Kairo, para pemimpin Arab dengan tegas menolak segala upaya pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza dan Tepi Barat ke negara-negara tetangga. Pernyataan akhir KTT tersebut menyatakan bahwa negara-negara Arab mendukung rencana tanggapan Mesir terhadap usulan Presiden AS Donald Trump untuk "mengambil alih Gaza oleh AS".
Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty menambahkan bahwa KTT Arab dengan suara bulat menyetujui proposal untuk memulihkan dan membangun kembali Gaza, menekankan bahwa jalur tersebut harus diperintah oleh warga Palestina yang merdeka.
Rencana lima tahun yang disusun Mesir untuk membangun kembali Gaza diperkirakan menelan biaya $53 miliar. Menurut rencana tersebut, hampir separuh penduduk Gaza akan direlokasi ke tujuh zona aman di wilayah tersebut selama pekerjaan rekonstruksi berlangsung. Pasukan Arab dan PBB akan dikerahkan untuk memantau perlintasan perbatasan darat Gaza. Terdapat pula usulan untuk membangun pelabuhan baru di Mediterania guna menampung material dan peralatan konstruksi bagi rencana rekonstruksi Gaza.
Menurut analisis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September 2024, lebih dari dua pertiga bangunan di Gaza rusak atau hancur dalam konflik yang pecah pada 7 Oktober 2023.
Di Gaza, Israel dan Hamas menyepakati gencatan senjata dan pembebasan sandera mulai 19 Januari, termasuk pembebasan 33 sandera Israel. Negosiasi sedang berlangsung untuk kemungkinan memperpanjang fase pertama atau melanjutkan ke fase kedua gencatan senjata, meskipun Israel telah memperingatkan bahwa konflik dapat kembali terjadi.
Sejak 18 Maret, Israel telah melancarkan serangkaian serangan udara dahsyat di Gaza. Serangan 18 Maret saja menewaskan lebih dari 400 warga Palestina dan menuai kritik internasional. CNN (AS) menyebut ini sebagai "hari paling mematikan" di Gaza sejak Oktober 2023.
Komentar (0)