![]() |
| Mahasiswa Seni Rupa Hue Membahas Karya Kontemporer yang Berkaitan dengan Kisah Warisan |
Mengubah warisan menjadi materi kreatif
Jika bagi masyarakat Hue, warisan sering dikaitkan dengan atap genteng berlumut, suara lonceng kuil, atau gaun ungu di Sungai Perfume, maka di mata seniman internasional, warisan muncul dalam banyak bentuk yang mengejutkan.
Profesor Amrit Chusuwan dari Thailand membawakan karya "Remaining Vitality". Ia tidak mengeksploitasi simbol-simbol besar, melainkan mencari citra-citra kecil dalam ingatan sehari-hari. Di bawah lensa fotografi kontemporer, detail-detail tersebut tiba-tiba menjadi aliran identitas bawah tanah. Baginya, warisan juga merupakan aliran ingatan, yang selalu berubah dan beregenerasi dalam konteks baru. Dari pendekatan tersebut, para pengunjung tiba-tiba menyadari bahwa dinding berlumut, kipas angin tua, dan siluet orang yang lewat… juga dapat menjadi bentuk "warisan hidup" jika dilihat dengan mata kreatif.
Berbeda dengan kedalaman Amrit, pematung Keisuke Kawahara (Jepang) memilih kekuatan material. Dalam karya "Intercultural Communication", ia menggabungkan plester dan logam, menciptakan makhluk hibrida yang membangkitkan rasa ingin tahu sekaligus memicu kontemplasi. Citra setengah gajah dan setengah singa merupakan metafora bagi hibriditas budaya: Warisan tidak lagi terbatas pada batas negara, tetapi dapat menjadi jembatan bagi dialog budaya. Ketika karya ini hadir di Hue, tanah yang dulunya merupakan pusat pertukaran Timur-Barat, pesannya menjadi semakin terbuka. Nguyen Thuy Duong, mahasiswa tahun kedua di Universitas Seni, Universitas Hue, merasa: "Karya ini seperti pesan yang mengingatkan kita untuk tidak takut pada inovasi, biarkan warisan melangkah keluar dari kerangka yang familiar untuk hidup berdampingan dengan dunia ."
Sementara itu, seniman Kim Deuk Jin dari Korea memilih ekspresi yang sederhana namun kuat. Dalam karyanya "Greetings for Peace ", ia menggunakan teknik kolase dari bahan sehari-hari seperti koran, dipadukan dengan akrilik untuk menciptakan citra simbolis. Dengan kesederhanaan tersebut, ia menegaskan bahwa warisan tidak hanya terletak pada arsitektur atau festival, tetapi juga pada nilai-nilai spiritual universal seperti hasrat akan perdamaian. Ketika ditempatkan dalam konteks Hue, sebuah negeri yang telah mengalami banyak perubahan historis namun tetap mempertahankan semangat damai, karya ini menjadi sebuah dialog mendalam antara seniman internasional dan penonton lokal.
Setiap seniman memiliki gaya dan materi kreatifnya masing-masing, tetapi kesamaannya terletak pada cara mereka mengubah warisan menjadi materi kreatif, bukan mengulang stereotip lama, melainkan membuka interpretasi baru. Di mata mereka, warisan Hue tidak tertutup di masa lalu, melainkan merupakan sumber energi untuk mempertanyakan masa kini dan menciptakan masa depan.
Menjaga identitas sambil berintegrasi
Yang istimewa adalah para seniman internasional telah berpartisipasi dalam pengalaman nyata yang berkaitan dengan warisan Hue. Mereka berkesempatan mengunjungi Kota Kekaisaran, berjalan-jalan di sekitar mausoleum, duduk di tepi Sungai Perfume... dan mendengarkan kisah-kisah dari ruang hidup warisan tersebut. Pengalaman-pengalaman tersebut tidak hanya berhenti pada observasi, tetapi langsung ditransformasikan menjadi sketsa, lukisan, dan karya instalasi.
Praktik inilah yang telah memberikan dampak besar bagi masyarakat Hue, terutama para mahasiswa—seniman yang menggunakan warisan budaya sebagai materi kreatif. Mereka mengagumi karya yang telah selesai dan menyaksikan proses "berdialog" para seniman internasional dengan warisan budaya, mengubah emosi menjadi bentuk dan garis.
Menurut Dr. Vo Quang Phat, Wakil Rektor yang bertanggung jawab atas Universitas Seni, pertemuan ini telah memberikan kesempatan berharga bagi seni rupa Hue: “Karya-karya internasional tidak hanya memperkaya pameran, tetapi juga membantu mahasiswa dan seniman Hue belajar memandang warisan dengan mata kreatif. Dari sana, mereka dapat menciptakan kembali, mentransformasi, dan menyampaikan pesan-pesan baru. Ini merupakan arah penting bagi seni rupa Hue untuk mempertahankan identitasnya sekaligus berintegrasi dengan arus seni kontemporer.”
Dari karya-karya tersebut, publik Hue, terutama seniman muda, memiliki cara berpikir baru: warisan bukanlah "kotak pajangan", melainkan sumber energi kreativitas. Dinding benteng, atap genteng, kenangan budaya... ketika memasuki lensa seniman internasional, tiba-tiba menjadi sugesti bagi cara-cara baru dalam bercerita. Dan itulah "napas baru" yang diterima Hue: keberanian untuk bereksperimen, berani berdialog global, namun tetap berakar pada tanah warisannya, ungkap Dr. Vo Quang Phat.
"Napas baru" dari teman-teman dari seluruh dunia, ketika bertemu dengan fondasi warisan Hue yang kaya, telah membuka arah yang menarik. Itulah jalan bagi seni rupa Hue untuk menegaskan identitasnya dan dengan percaya diri memasuki arus seni kontemporer global.
| Berlangsung dari 22 hingga 24 September, Pameran dan Lokakarya Seni Internasional 2025 diselenggarakan di Universitas Seni, Universitas Hue, dengan kegiatan pertukaran akademis dan karya seniman domestik dan internasional. Ruang pameran tetap dibuka untuk umum hingga pertengahan Oktober, memberikan kesempatan untuk menikmati lebih dari 80 karya kreatif yang berkaitan dengan tema warisan budaya dalam seni kontemporer. |
Sumber: https://huengaynay.vn/van-hoa-nghe-thuat/mang-hoi-tho-moi-den-hue-159283.html







Komentar (0)