
Fitur budaya yang unik
Kelompok etnis Co di Quang Nam saat ini berjumlah sekitar 5.500 orang, yang tinggal terkonsentrasi di daerah Tra Nu, Tra Kot dan sebagian di Tra Giap, Tra Ka (Bac Tra My).
Dengan konsep bahwa segala sesuatu memiliki jiwa dan roh, masyarakat Co percaya bahwa semua fenomena alam (sinar matahari, kekeringan, hujan, angin, penyakit, panen) dikendalikan oleh kekuatan supernatural. Oleh karena itu, ketika kekeringan berlangsung lama, upacara memohon hujan menjadi ritual sakral, yang menyampaikan harapan besar seluruh masyarakat.

Menurut legenda Co, dahulu kala terjadi kekeringan selama enam bulan di desa di kaki Gunung Rang Cua. Pohon-pohon gundul, hewan-hewan liar kehausan, sungai kering, dan penduduk desa kelelahan karena kelaparan, kehausan, dan penyakit. Dalam keputusasaan, para tetua desa berkumpul untuk membahas cara mengadakan upacara memohon hujan—sebuah upacara yang melibatkan pengorbanan dan komunikasi dengan langit dan bumi.
Sejak pagi, para tetua desa dan penduduk desa pergi ke sungai paling suci di desa untuk memilih lokasi altar dan meminta izin dari dewa sungai. Setelah "mendapatkan izin" melalui ritual pemujaan sederhana, mereka mulai masuk ke hutan untuk mengambil daun sirih pinang, bambu, rotan yang baru saja gugur... untuk mempersiapkan upacara gendang tanah—sebuah tradisi unik yang hanya ditemukan di masyarakat Co.

Masyarakat Co sering mengadakan upacara memohon hujan di musim panas, setelah hari-hari kemarau yang panjang. Upacara utama berlangsung sekitar pukul 8-9 pagi. Pemimpin upacara adalah tetua desa, yang memimpin ritual pemujaan di dua lokasi: di desa dan di tepi sungai. Semua persembahan disumbangkan oleh penduduk desa, termasuk ayam hidup, babi hidup (di desa); ayam matang, babi matang (di tepi sungai) beserta sirih dan pinang, anggur, air, semangkuk nasi, kue jujube, dan lilin lebah liar.
Ritual desa ini disebut upacara persembahan kurban, yang berlangsung di rumah tetua desa atau di halaman desa. Pemimpin upacara berdoa kepada Dewa Matahari, Dewa Bumi, Dewa Gunung, Dewa Sungai, dan terutama Dewi Mo Huyt – dewi air, untuk memohon hujan demi menyelamatkan penduduk desa. Setelah upacara selesai, persembahan disiapkan dan dibawa ke tepi sungai untuk melanjutkan upacara memohon hujan di luar ruangan.
Doa warga desa
Upacara memohon hujan di tepi sungai merupakan bagian utama, dengan makna simbolis yang kuat. Di sini, masyarakat Co membangun panggung bambu kecil untuk meletakkan sesaji, dan mengebor lima lubang kecil di tanah di depannya, yang disebut "gendang tanah". Setiap lubang ditutup dengan daun pinang yang diluruskan, diikat dengan batang kayu dan tali rotan, melambangkan lima dewa utama.

Di ruang suci itu, para tetua desa membacakan nama-nama dewa satu per satu, sambil menabuh setiap "gendang bumi" dengan lantang. Setiap hentakan gendang bagaikan irama yang menghubungkan manusia dengan langit dan bumi. Doa bergema di tepi sungai: " Oh Dewa Matahari!/ Oh Dewa Bumi!/ Oh sumber air – dewi Mo Huyt!/ Oh Dewa Gunung!/ Oh Dewa Sungai!/ Rusa-rusa di hutan haus, pohon-pohon layu, sungai dan anak sungai kering, penduduk desa lapar dan haus, terus-menerus sakit/ Hari ini penduduk desa mempersembahkan sesaji untuk berdoa agar hujan turun, untuk menyelamatkan desa, untuk menyelamatkan semua makhluk hidup ".
Suara "gendang tanah" bergema selama berhari-hari, bagaikan permohonan tulus kepada surga. Penduduk desa berjaga di tepi sungai, menambahkan kayu bakar, anggur, dan doa. Lalu, ketika awan tebal bergulung, hujan pertama turun di hutan, seluruh desa bersorak kegirangan.

Semua orang berhamburan ke angkasa, menghadapi hujan, menimba air, dan bersorak-sorai untuk berterima kasih kepada Dewi Mo Huyt. Kehidupan seakan terlahir kembali. Pepohonan menghijau, hewan-hewan liar kembali, dan panen berlimpah. Sebagai ungkapan rasa syukur mereka, para tetua desa dan penduduk desa membawa pipa-pipa air suci ke hutan untuk menimba air dari sumbernya, mengadakan upacara untuk berterima kasih kepada Dewi, dan menari bersama untuk merayakan hujan.
Upacara memohon hujan bukan hanya ritual kuno yang menunjukkan budaya spiritual yang dinamis, tetapi juga bukti kohesi komunitas dan rasa hormat terhadap alam masyarakat Co. Dalam kehidupan modern, meskipun banyak adat istiadat telah memudar, di beberapa desa, upacara memohon hujan masih dilestarikan sebagai pengingat akan asal-usul budaya unik masyarakat Co di tengah pegunungan Truong Son.
Sumber: https://baoquangnam.vn/nguoi-co-cau-mua-3156943.html
Komentar (0)