
Tren "pembekuan" perekrutan saat ini berdampak tertentu pada para pekerja.
Survei terbaru dari Asosiasi Pengusaha Nasional Singapura menunjukkan bahwa tiga dari lima pengusaha (58%) berencana untuk berhenti merekrut karyawan pada tahun 2026, naik dari 50% tahun lalu.
Survei tersebut juga mengungkapkan penurunan kepercayaan bisnis, dengan 72% perusahaan memperkirakan prospek bisnis yang tidak pasti untuk tahun 2025, peningkatan signifikan dari 58% pada tahun 2024.
Survei tersebut juga mengungkapkan pandangan yang lebih hati-hati terhadap gaji. Hampir setengah (48%) dari perusahaan berencana untuk menyesuaikan gaji atau membekukan gaji untuk tahun fiskal berikutnya. Sekitar 8% pengusaha berencana untuk mengurangi jumlah karyawan.
Pertanyaannya adalah, mengapa perusahaan-perusahaan "membekukan" perekrutan? Media telah menunjukkan beberapa alasan.
Pertama, ketidakstabilan ekonomi global dan regional membuat bisnis berhati-hati dan membatasi perluasan tenaga kerja. Kedua, meningkatnya biaya personel mempersulit upaya menarik dan mempertahankan talenta manajemen dan teknik berkualitas tinggi, yang mengarah pada tren "optimalisasi internal" daripada perluasan perekrutan.
Selain itu, bisnis-bisnis beralih ke perekrutan yang efisien, memanfaatkan peluang untuk melatih ulang karyawan, atau menerapkan otomatisasi untuk meningkatkan efisiensi biaya.
Salah satu contoh spesifiknya adalah industri perbankan. Bank-bank besar seperti DBS telah "menghentikan sementara perekrutan dan melatih ulang karyawan" karena kecerdasan buatan (AI) mulai mengubah pekerjaan di sektor perbankan.
Tren "pembekuan" rekrutmen saat ini berdampak pada para pekerja. Pencari kerja – terutama lulusan baru dan pekerja tingkat menengah – akan menghadapi persaingan yang lebih ketat dan siklus rekrutmen yang lebih panjang. Bagi mereka yang sudah bekerja, risiko PHK rendah, tetapi kenaikan gaji dan promosi diperkirakan akan melambat.
Beberapa sektor khusus, seperti teknologi dan perawatan kesehatan, masih membuka lowongan, tetapi dengan kriteria seleksi yang lebih ketat, yang membutuhkan kemampuan multitasking dan keterampilan khusus.
Survei tersebut menunjukkan bahwa "kegilaan perekrutan pasca-pandemi" tampaknya mulai mereda. Bagi banyak perusahaan di Singapura, masalahnya bukan lagi tentang pertumbuhan tetapi tentang mitigasi risiko. Bagi para pekerja dan pencari kerja, ini berarti mereka perlu lebih berhati-hati dan strategis.
Sumber: https://vtv.vn/nhieu-doanh-nghiep-singapore-tam-dung-tuyen-dung-100251204085951735.htm






Komentar (0)