![]() |
Cristiano Ronaldo membangun kariernya berdasarkan standar yang tak lekang oleh waktu. |
Cristiano Ronaldo telah membangun kariernya dengan standar abadi, dengan kegigihan yang tak masuk akal, dengan kesempurnaan yang patut dihormati. Namun di Dublin, ia justru terjerumus ke tempat-tempat terburuk.
Citra buruk Ronaldo
Sebuah sikutan. Kartu merah yang tak pantas. Dan reaksi berantai yang kekanak-kanakan, sangat bertolak belakang dengan simbol agung yang masih ia perjuangkan. Itu lebih dari sekadar kesalahan dalam sebuah pertandingan, tetapi sebuah kilasan bagaimana Ronaldo yang berusia 40 tahun menghadapi sesuatu yang tak pernah ia terima: kemundurannya sendiri.
Ayunan tangan ke arah Dara O'Shea dari Irlandia adalah momen panas seorang pemain yang telah terseret terlalu jauh, terlalu frustrasi untuk waktu yang lama, dan tak lagi mampu menghadapinya dengan tenang. Namun, apa yang terjadi selanjutnya benar-benar merusak citra Ronaldo. Ia mengusap-usap matanya dengan tinjunya seperti anak kecil yang mainannya direbut. Ia bertepuk tangan dengan sarkastis kepada penonton. Ia meninggalkan lapangan seperti pecundang yang emosional, bukan legenda yang tahu bagaimana menjaga ketenangannya.
Ronaldo telah diusir keluar lapangan sebanyak 12 kali di level klub. Namun, tim nasional selalu menjadi tempat di mana ia tetap tenang selama 22 tahun. Pengusiran pertamanya untuk Portugal, di usia 40 tahun, bukan sekadar momen menyedihkan. Itu adalah tanda perubahan dalam diri Ronaldo sendiri. Sebuah perubahan ke arah yang tak ingin ia akui.
Orang Irlandia tidak gentar dengan ketenaran Ronaldo. O’Shea tidak tunduk pada pria dengan lebih dari satu miliar pengikut media sosial. Ia hanya menjalankan tugasnya: menguntit Ronaldo sampai ke titik yang menjengkelkan. Dan Ronaldo kalah. Seorang legenda terjerumus ke dalam duel yang tidak seimbang dalam hal ketenaran, tetapi setara dalam hal semangat. Dan Ronaldo kalah dalam hal itu.
![]() |
Dalam banyak situasi, Ronaldo menjadi beban taktis dan psikologis. |
Insiden Dublin menimbulkan pertanyaan besar: apakah Ronaldo masih layak mendapatkan perannya yang tak tersentuh di tim nasional? Jawabannya semakin condong ke "tidak lagi". Ia masih bisa mencetak gol, ia masih bisa menentukan hasil pertandingan, tetapi ia bukan lagi jaminan mutlak.
Dalam banyak situasi, Ronaldo telah menjadi beban taktis dan psikologis. EURO 2024 telah menunjukkan hal itu. Ia telah melambat. Ia kurang fleksibel. Ia tidak lagi membuat perbedaan seperti sebelumnya. Ia memulai, meskipun tidak efektif, karena ia hanyalah... Ronaldo.
Pelatih Roberto Martinez tidak berani mengeluarkan Ronaldo dari lapangan. Sebuah keputusan yang menunjukkan ketergantungan, bahkan ketakutan. Ketika satu pemain menjadi terlalu besar, seluruh tim menyusut. Ronaldo saat ini bukan lagi kekuatan pendorong. Ia terkadang menjadi bayang-bayang bagi yang lain.
Kartu merah tersebut juga menempatkan Portugal di bawah risiko besar: Ronaldo bisa diskors tiga pertandingan karena perilaku kekerasan, yang berarti ia bisa absen di pertandingan kualifikasi terakhir dan dua pertandingan pertama penyisihan grup Piala Dunia 2026. Portugal harus mengalahkan Armenia untuk mengamankan tiket otomatis. Namun, meskipun lolos, mereka mungkin harus memulai Piala Dunia tanpa pahlawan mereka.
Dan pertanyaan berikutnya adalah: Apakah Portugal benar-benar membutuhkan Ronaldo dengan segala cara?
Apakah Ronaldo masih penting?
Jawabannya mungkin kontroversial, tetapi tidak lagi absurd. Portugal memiliki generasi muda berbakat. Mereka memiliki pilihan yang cepat dan fleksibel, siap berkontribusi tanpa beban seorang ikon. Absennya Ronaldo dapat memungkinkan tim bermain lebih bebas, lebih longgar, lebih fokus pada kolektif daripada pada satu individu.
![]() |
Apakah Portugal benar-benar membutuhkan Ronaldo dengan segala cara? |
Ronaldo masih mengejar 1.000 gol sepanjang kariernya. Dia sudah mengoleksi 953 gol. Dia mengejar Piala Dunia, satu-satunya trofi yang belum diraihnya. Dia mengejar perasaan bahwa dirinya masih istimewa. Namun, semua pengejaran itu justru memperlambat Portugal. Dia berusaha mempertahankan masa mudanya. Dia berusaha menepis waktu. Dan dia membuat dirinya terlihat... konyol.
Ronaldo tak perlu membuktikan apa pun lagi. Ia telah berbuat cukup banyak untuk mengukir sejarah. Namun, karena ia begitu peduli dengan citranya, insiden di Dublin seharusnya menjadi peringatan. Seorang legenda harus meninggalkan lapangan dengan hormat. Bukan dengan sarkasme. Bukan dengan merajuk. Bukan sebagai pria berusia 40 tahun yang bertingkah seperti anak berusia 12 tahun.
Ronaldo masih bisa berkontribusi untuk Portugal. Namun, ia harus menerima batasannya. Ia harus tahu kapan harus mundur. Ia harus tumbuh dewasa untuk setia pada apa yang telah ia bangun.
Waktu memang tak bisa mengalahkan siapa pun. Tapi orang-orang hebat adalah mereka yang tahu cara menghadapinya. Dan Ronaldo perlu melakukannya, sekarang juga.
Sumber: https://znews.vn/ronaldo-da-thua-post1602897.html









Komentar (0)