Hanya ada dua atau tiga hari buka setiap bulan.
Nyonya Lam adalah pedagang tertua di pasar Mo (Hanoi), yang berusaha keras menjalankan usahanya setiap hari.
Di usianya yang sudah lebih dari 80 tahun, Ibu Lam masih menjalankan pekerjaan rutinnya—berjalan kaki dari rumah ke pasar, membuka kiosnya sendiri pukul 8 pagi, dan pulang pukul 5.30 sore. Namun, seiring dengan menurunnya situasi bisnis pasar secara keseluruhan, jumlah pelanggan yang datang untuk membeli di kiosnya pun menurun, yang mengakibatkan kemerosotan.
Berbicara kepada para wartawan, Ibu Lam mengeluh: "Sangat lambat, secara umum sulit. Setiap pagi saya menjual barang dagangan saya dan hanya berbaring di sana, membaca doa dan mendengarkan radio sepanjang hari, tetapi tidak ada yang membeli atau bertanya tentang saya."
Dalam sebulan, hanya sedikit orang yang bertanya tentang barang-barang tersebut. Uang yang saya hasilkan dari penjualan barang-barang tersebut dalam sebulan tidak cukup untuk membayar pajak, listrik, biaya kebersihan, dan lain-lain untuk pengelolaan pasar. Barang-barang impor tersebut tidak dapat dijual. Selama bertahun-tahun, barang-barang tersebut sama saja, modelnya sama, tetapi tidak ada yang membelinya.
Sebelumnya, kata Ibu Lam, ketika Pasar Mo belum dibangun kembali, situasi bisnisnya sangat positif, dengan pendapatan tetap yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, sejak tahun 2009, ketika pasar direncanakan dan direnovasi, pasar tersebut dipindahkan ke ruang bawah tanah sebuah pusat komersial, dan aktivitas para pedagang pun perlahan-lahan melambat. Khususnya, setelah 2 tahun pandemi dan perkembangan belanja daring, pembeli tampaknya tidak lagi mengunjungi pasar tradisional, ke kios-kios seperti kios Ibu Lam atau ratusan pedagang lainnya.
"Sebelumnya, pasar ini memiliki 1.300 rumah tangga, tetapi sekarang hanya tersisa 300 rumah tangga, dan 8 dari 10 kios tutup. Pasar ini sepi, baik penjual maupun pembeli, sampai-sampai satu rumah tangga harus menyebar dan menempati 4 atau 5 kios agar tidak terlihat kosong," ujar Ibu Lam.
Berpegang pada pasar adalah pilihan terakhir
Dalam kondisi bisnis yang sulit, banyak pedagang kecil terpaksa berhenti dan menutup kios mereka karena lesu berkepanjangan. Pedagang tua seperti Ibu Lam terpaksa bertahan di pasar. Usia tua dan kesehatan yang buruk membuat mereka tidak dapat menemukan pekerjaan baru, dan akses ke metode penjualan modern untuk lebih dekat dengan konsumen pun semakin sulit. Setiap bulan, kiosnya seolah tak untung. Bagi Ibu Lam, pergi ke pasar hanyalah sebuah kesenangan, agar masa tuanya tidak terasa hampa dan sepi.
Dalam situasi yang sama dengan Ibu Lam, Ibu Than (80 tahun, pedagang kecil), yang telah menjual topi dan wol di pasar Mo selama hampir 40 tahun, juga harus menggelengkan kepalanya karena kecewa dengan situasi pasar dalam beberapa tahun terakhir.
"Ada hari-hari di mana saya tidak menjual apa pun. Di hari-hari keberuntungan, saya bisa menghasilkan beberapa ratus, tetapi itu masih belum cukup untuk menutupi biaya bulanan lebih dari 2 juta VND. Saya merasa menjual barang sekarang tidak sebaik bekerja. Tapi saya sudah tua, saya tidak tahu harus berbuat apa lagi, jadi saya harus menerima kenyataan dan menjalaninya apa adanya," ungkap Ibu Than.
Di pasar tradisional, banyak orang yang bekerja mandiri, tidak memiliki penghasilan, atau lanjut usia tanpa pensiun.
Ibu Lam mengatakan ia tidak ingin bergantung pada anak-anaknya. Di usianya yang sudah lanjut, ia berusaha melakukan apa pun yang ia bisa.
Bapak Do Van Sinh (65 tahun, pedagang di Pasar Mo) mengatakan meskipun ia sudah pensiun, penghasilannya masih kurang dan anak-anaknya tidak bisa menggantungkan hidupnya pada dirinya, sehingga ia memutuskan untuk mendaftarkan kiosnya agar bisa berjualan di pasar tersebut.
"Saya sudah pensiun, tapi masih bisa bekerja. Saya pikir berjualan di pasar bisa menghasilkan uang, tapi pasarnya sepi sekali. Saya tidak tahu sampai kapan saya bisa terus begini," ujar Pak Sinh.
Namun, Tn. Sinh juga mengaku bahwa selain penjualan, kesehatannya tidak mumpuni untuk melakukan pekerjaan lain.
"Teman-teman saya juga menyarankan saya untuk bekerja sebagai satpam, tetapi tulang dan sendi saya kurang baik dan penglihatan saya buruk, jadi saya hampir tidak memenuhi persyaratan perusahaan keamanan," ujar Pak Sinh. Baginya, bekerja di pasar adalah harapan terakhir.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)