Namun, AI juga menimbulkan kesulitan dan tantangan, yang memerlukan solusi mendasar agar segera menjadi alat yang lebih efektif bagi para ilmuwan .
Dalam penelitian arkeologi, metode penggalian dan analisis artefak tradisional seringkali menghadapi banyak kesulitan, terutama pada situs dan artefak berskala besar yang mudah rusak. Untuk mempelajari dan memulihkan relik dan benda antik, para peneliti seringkali menghabiskan banyak waktu dan tenaga.
Seringkali, barang antik langka masih terabaikan, sehingga mudah menimbulkan kebingungan dalam proses evaluasi dan analisis oleh para ilmuwan. Kemunculan AI dengan fitur-fiturnya yang unggul dan luar biasa telah membawa banyak perubahan spektakuler, membantu proses penelitian, analisis, dan evaluasi para ilmuwan menjadi lebih cepat dan akurat.
Di dunia , penerapan AI dalam penelitian arkeologi sangat populer. Baru-baru ini, AI telah membantu para arkeolog menemukan 60.000 situs arkeologi peradaban Maya kuno yang sebelumnya tidak diketahui di kawasan hutan utara Peten, Guatemala.
Dengan menggunakan teknologi pemindaian laser skala besar, manusia telah menemukan sistem istana, rumah, jalan, kanal irigasi pertanian , dan benteng pertahanan jauh di bawah tanah, yang mencakup area seluas 2.100 kilometer persegi. Penemuan ini begitu penting sehingga para arkeolog berpendapat bahwa mungkin perlu untuk menulis ulang sejarah manusia.
AI mampu memproses data dalam jumlah besar yang terakumulasi selama puluhan tahun penelitian, dan melalui visi komputer, dapat menganalisis gambar untuk memetakan situs yang mengandung artefak secara akurat. Aplikasi pemindaian otomatis model 3D dan realitas virtual membantu menciptakan salinan digital yang akurat, meningkatkan aksesibilitas dan eksplorasi bagi para ilmuwan.
Dalam upaya konservasi, algoritma AI dapat mengidentifikasi kerusakan dan mengembangkan rencana restorasi untuk artefak dan struktur yang memburuk. AI membantu mengidentifikasi dan mendeteksi pola sebagai dasar bagi para ahli konservasi artefak. Sensor dan analisis data yang disediakan oleh AI membantu mendeteksi potensi risiko dari faktor lingkungan atau dampak fisik dari manusia, pengunjung, dll.
Para arkeolog Vietnam juga telah mendekati dan menerapkan AI. Institut Arkeologi telah menerapkan teknologi 3D dalam topik-topik penelitian Zaman Batu, dalam penelitian antropologis sampel tengkorak untuk menganalisis perbedaan penampilan...
Sebelumnya, para arkeolog menggunakan teknologi LIDAR, sebuah metode yang menggunakan laser untuk memindai dan membuat peta penelitian, menganalisis area benteng Co Loa (Hanoi) dan menemukan 220 target potensial di berbagai tingkat.
Berdasarkan hasil analisis, para peneliti melakukan pengeboran eksplorasi dan parit inspeksi, menemukan arang yang terbakar, beberapa potongan ubin Co Loa, dan mengumpulkan bukti tiga makam kuno. Hal ini menjadi dasar penting bagi para arkeolog untuk meneliti, menjelaskan, dan menganalisis struktur benteng Co Loa.
Namun, AI menghadirkan banyak tantangan bagi para ilmuwan. Dalam lokakarya "Penerapan Kecerdasan Buatan (AI): Peluang dan Tantangan bagi Penelitian Ilmu Sosial di Vietnam Saat Ini", Dr. Ha Van Can (Institut Arkeologi) mengatakan: "Pemrosesan dan pelatihan AI pada data arkeologi 3D masih sangat sulit dan membutuhkan banyak sumber daya.
Sementara itu, proyek arkeologi seringkali tidak memiliki cukup dana untuk berinvestasi dalam infrastruktur teknologi yang kuat. Para arkeolog saat ini menghadapi tantangan besar dalam hal kemampuan pemrosesan data, transparansi, biaya teknologi, dan kebutuhan sumber daya manusia teknis untuk memaksimalkan aplikasi AI.
Arkeologi adalah ilmu yang sangat interdisipliner yang membutuhkan pemahaman mendalam tentang konteks budaya, sejarah, dan sosial. Faktor-faktor ini sulit digantikan, betapa pun modernnya teknologi atau mesin. Para ahli mengkhawatirkan transparansi dan bias etika saat menggunakan AI dalam pemrosesan data dan penelitian arkeologi.
Faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan untuk mengusulkan solusi fundamental, yang memandu penggunaan AI yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dalam penelitian arkeologi. AI harus dipandang sebagai alat pelengkap yang ampuh bagi para profesional untuk meningkatkan efisiensi penelitian, bukan pengganti peran ilmuwan dalam bidang yang kompleks seperti arkeologi.
Sumber: https://nhandan.vn/ung-dung-ai-nang-cao-hieu-qua-nghien-cuu-khao-co-hoc-post884370.html










Komentar (0)