Tanggal 8 Agustus merupakan hari bersejarah bagi pasar logam mulia. Dalam sesi perdagangan yang volatil, harga emas memecahkan semua rekor, mencapai $3.534 per ons pada suatu waktu. Meskipun harga telah sedikit terkoreksi, kenaikan tersebut telah membawa total keuntungan emas tahun ini hingga mencapai 32% yang mencengangkan, jauh melampaui kenaikan S&P 500 sebesar 8%.
Demam emas ini bukan akibat sebab-sebab konvensional. Melainkan merupakan hasil kombinasi kompleks dari guncangan kebijakan, meningkatnya ketegangan geopolitik , dan keretakan yang semakin nyata dalam ekonomi global.
Analis Wall Street telah membedah dan menunjukkan tiga pendorong utama di balik lonjakan harga bersejarah ini.
Kejutan kebijakan perdagangan: Pemicu kenaikan harga
Pemicu paling langsung dan tak terduga untuk lonjakan harga adalah ketidakpastian seputar kebijakan tarif emas batangan. Menurut dokumen dari Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) tertanggal 31 Juli, emas batangan 1 kg dan 100 ons, yang paling umum diperdagangkan, telah diklasifikasikan berdasarkan kode bea cukai.
Berita ini mengejutkan. Pasar telah lama meyakini bahwa emas, sebagai aset moneter, akan dibebaskan dari tarif. Jika aturan baru ini diterapkan, emas batangan yang diimpor dari Swiss – salah satu pusat pemurnian dan produksi emas terbesar di dunia – dapat dikenakan pajak yang sangat tinggi.
Ketidakpastian ini langsung memicu "reli panik," sebagaimana dikatakan Susannah Streeter, kepala mata uang dan pasar di Hargreaves Lansdown. "Reli ini menunjukkan bahwa aset safe haven pun tidak kebal terhadap volatilitas selama masa gejolak kebijakan perdagangan," ujarnya.
Dampaknya terhadap pasar emas sudah terasa, dengan selisih antara harga emas berjangka AS dan harga spot London melebar hingga $91 per ons. Ketidakpastian kebijakan telah memaksa setidaknya satu kilang besar Swiss dan beberapa kilang lainnya untuk menghentikan ekspor emas batangan ke AS, yang mengganggu rantai pasokan global.
Kesenjangan harga yang semakin melebar juga mengancam akan melemahkan posisi New York sebagai pusat perdagangan emas berjangka, karena biaya di sana jauh lebih tinggi dibandingkan pasar lainnya.
Meskipun pihak berwenang kemudian mengumumkan bahwa mereka akan segera bergerak untuk mengklarifikasi kebijakan tersebut, awan ketidakpastian masih menyelimuti pasar, dan kekacauan pun terjadi.

Washington dapat mengenakan tarif impor khusus negara pada emas batangan paling populer di AS, yang akan menjadi guncangan besar bagi rantai pasokan global (Foto: Getty).
Ketidakstabilan Global: Motivasi "Tersembunyi" untuk Aset Safe Haven
Selain guncangan kebijakan, ketegangan geopolitik yang memanas di seluruh dunia juga menjadi faktor kunci yang menopang reli emas. Samer Hasn, analis pasar senior di XS.com, mengatakan meningkatnya ketidakpastian turut mendorong logam mulia.
Seiring dengan tersendatnya perundingan perdagangan antara negara-negara ekonomi utama dan meningkatnya ketegangan di titik-titik panas, investor cenderung mencari aset safe haven untuk melindungi aset mereka. "Seiring meningkatnya ketegangan geopolitik, permintaan akan aset safe haven, terutama emas, akan meningkat," tulis Hasn.
Dalam dunia yang penuh risiko, emas sekali lagi membuktikan perannya sebagai tempat berlindung yang paling aman, tempat berlindung yang dapat diandalkan ketika saluran investasi lain bergejolak.
Kekhawatiran ekonomi: Retakan semakin lebar
Pendorong ketiga yang lebih fundamental berasal dari kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi negara-negara maju. Meskipun beberapa indikator makro masih mencatat pertumbuhan, tanda-tanda pelemahan semakin nyata, terutama di pasar tenaga kerja.
Data ketenagakerjaan terbaru lebih rendah dari perkiraan. Yang lebih mengkhawatirkan, data bulan-bulan sebelumnya juga direvisi turun tajam, menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja riil jauh lebih lemah daripada perkiraan optimistis awal.
Di saat yang sama, beberapa indikator inflasi menunjukkan tanda-tanda peningkatan. Kombinasi perlambatan pertumbuhan dan peningkatan inflasi telah menimbulkan kekhawatiran tentang stagflasi, sebuah skenario ekonomi makro yang sangat sulit ditangani karena harga yang tinggi akan mencegah bank sentral melonggarkan kebijakan moneter untuk merangsang pertumbuhan.
"Bahkan saluran konservatif pun mulai mengkhawatirkan konsekuensi jangka panjang dan optimisme palsu dari beberapa data ekonomi. Kekhawatiran ini akan terus mendukung emas sebagai aset safe haven jangka panjang dan mempertahankan tren naik yang lebih luas," ujar Samer Hasn.
Bagaimana prospek emas?
Mengingat latar belakang saat ini, perkiraan Wall Street secara umum optimis terhadap emas.
Goldman Sachs pada bulan April menaikkan perkiraan harga emas akhir tahun menjadi $3.700 per ons.
Ed Yardeni, Presiden Yardeni Research, bahkan yakin bahwa harga emas dapat mencapai $4.000 per ons pada akhir tahun 2025, yang merupakan peningkatan 14% dari level saat ini.
Demam emas baru-baru ini menjadi pengingat yang kuat bahwa di dunia yang bergejolak, nilai keamanan dan stabilitas akan selalu menjadi yang terpenting. Guncangan kebijakan mungkin bersifat sementara, tetapi dinamika geopolitik dan makroekonomi yang mendasarinya akan terus menopang harga emas di masa mendatang.
Sumber: https://dantri.com.vn/kinh-doanh/vang-vuot-nguong-3500-usdounce-giai-ma-con-sot-bat-ngo-20250810223633978.htm
Komentar (0)