Ideologi 'Monarki Islam Melayu' memainkan peran penting dalam pembentukan, pengembangan dan penegasan posisi Brunei Darussalam.
Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin di Bandar Seri Begawan, ibu kota Brunei. (Sumber: Bernard Spragg/Flickr) |
Sejak merdeka (tahun 1984) hingga kini, Brunei Darussalam (Brunei) telah berhasil menjaga stabilitas politik dan memantapkan posisi, peran, serta pengaruhnya di kancah internasional sebagai mitra terpercaya negara-negara lain. Salah satu faktor penting yang berkontribusi terhadap keberhasilan ini adalah Pemerintah Brunei yang telah mempromosikan dan mempopulerkan ideologi "Monarki Islam Melayu" ke dalam falsafah nasionalnya.
Dalam proklamasi kemerdekaan tanggal 1 Januari 1984, Sultan Haji Hassanal Bolkiah menegaskan ideologi “Monarki Islam Melayu” (Melayu Islam Beraja, MIB) sebagai filosofi nasional Brunei.
Unsur "Melayu" mewakili asal-usul, ras, bahasa, dan budaya masyarakat Brunei. Pada akhir tahun 2021, populasi Brunei mencapai 440.715 jiwa, dengan 75,7% merupakan warga negara Brunei, sisanya merupakan penduduk tetap dan penduduk jangka pendek. 67,4% merupakan warga negara Melayu, sisanya adalah Tionghoa dan beberapa kelompok etnis lainnya. Bahasa resmi di Brunei adalah Bahasa Melayu.
Sementara itu, unsur "Islam" menegaskan bahwa Brunei adalah negara Islam. Konstitusi Brunei menetapkan bahwa "Islam" adalah agama negara Brunei, tradisi Sunni, dan mazhab Syafi'i. Bagi Brunei, Islam bukan hanya sebuah agama, tetapi telah menjadi ideologi yang membentuk aturan perilaku, standar etika, dan hukum.
Terakhir, unsur "Monarki" melambangkan Brunei sebagai monarki absolut. Dengan demikian, Raja memiliki kekuasaan tertinggi dalam urusan legislatif, eksekutif, dan keagamaan. Ideologi MIB memiliki pengaruh yang mendalam terhadap hubungan politik, ekonomi , sosial-budaya, dan luar negeri Brunei.
Dampak komprehensif
Mengenai organisasi dan pengelolaan aparatur negara, Raja adalah kepala negara, dengan kekuasaan tertinggi dalam urusan agama, politik, legislatif, dan eksekutif. Raja memiliki wewenang penuh untuk mengangkat dan memberhentikan menteri dan anggota kabinet. Raja Brunei saat ini adalah Sultan Hassanal Bolkiah ibni Omar Ali Saifuddien III, yang telah memerintah sejak tahun 1967.
Putra Mahkota saat ini menjabat sebagai Menteri Senior di Kantor Perdana Menteri . Anggota keluarga kerajaan juga memegang posisi penting dalam kabinet. Raja memiliki kekuasaan tak terbatas untuk mengeluarkan dekrit selama keadaan darurat nasional. Dekrit ini dapat melanggar Konstitusi dan hukum yang berlaku.
Nilai-nilai MIB diintegrasikan ke dalam kebijakan, undang-undang, dan pendidikan nasional. Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan bertanggung jawab untuk mempromosikan dan mengajarkan nilai-nilai etika MIB. Departemen Tradisi dan Praktik, Departemen Bahasa dan Sastra di bawah Kantor Perdana Menteri, diberi fungsi dan tugas untuk menerapkan nilai-nilai MIB. Sementara itu, Kementerian Keuangan dan Perdagangan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Sumber Daya Primer memiliki badan-badan manajemen, perizinan makanan halal, perizinan jasa komersial, dan lembaga keuangan sesuai standar Islam. Jaksa Agung bertanggung jawab untuk menerapkan hukum Islam dan sistem peradilan.
Secara ekonomi , Brunei memiliki perekonomian kecil, dengan pendapatan nasional bruto sekitar 39 miliar USD pada tahun 2022. Berkat pendapatan besar dari minyak, yang mencakup lebih dari 60% PDB tahunan, dan populasi yang kecil, pendapatan per kapita di Brunei selalu tinggi, lebih dari 30.000 USD/tahun.
Namun, sumber daya minyak ini diperkirakan akan habis secara bertahap antara tahun 2030 dan 2050. Dalam konteks tersebut, Brunei berupaya mendiversifikasi ekonominya, mengurangi ketergantungannya pada minyak dan gas sesuai dengan Pernyataan Visi 2035 yang dikeluarkan pada tahun 2008.
Secara khusus, negara ini telah mengidentifikasi industri manufaktur produk dan jasa halal sebagai sektor kunci untuk mendorong diversifikasi ekonomi. Saat ini, makanan halal Brunei memenuhi standar pasar Muslim yang paling menuntut di Timur Tengah. Pada tahun 2019, Brunei berada di peringkat kedelapan dalam Peringkat Islam Global untuk ekspor halal dan pengembangan industri.
Saat ini, Brunei tengah berupaya untuk meningkatkan kerja sama dalam kerangka Pengembangan Regional ASEAN Timur yang mencakup Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Filipina (BIMP-EAGA), yang bertujuan untuk menjadi pusat regional untuk pasokan, produksi, dan konsumsi produk dan layanan Halal.
Bagi Brunei, Islam bukan sekadar agama, tetapi telah menjadi ideologi yang membentuk kode etik, standar etika, dan hukum. |
Mengenai urusan luar negeri , berdasarkan ideologi MIB, Brunei menerapkan politik luar negeri terbuka, menyeimbangkan hubungan dengan negara-negara besar untuk memajukan kepentingan nasional sesuai dengan situasi dan peran di kawasan dan dunia.
Brunei Darussalam memelihara hubungan baik dengan negara-negara tetangganya, anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), dan menjalin hubungan tradisional khusus dengan Malaysia dan Singapura. Selain itu, negara ini juga menjalin hubungan persahabatan dengan negara-negara Barat (Inggris, AS, Australia), terutama dengan Inggris untuk menjamin kepentingan keamanan dan pertahanan nasional.
Di sisi lain, Bandar Seri Begawan menghargai hubungannya dengan Beijing karena manfaat ekonomi: Tiongkok saat ini merupakan investor terbesar di Brunei dengan banyak proyek infrastruktur di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan.
Selain itu, Brunei senantiasa berfokus menjaga hubungan baik dan memperkuat kerja sama ekonomi dengan negara-negara Timur Tengah, termasuk negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Kuwait, Qatar, Oman, dan Iran. Negara ini juga mendukung umat Muslim di titik-titik konflik seperti Palestina di Timur Tengah atau Rohingya di Myanmar.
Di bidang multilateral, Brunei merupakan anggota dari banyak organisasi dan kerangka kerja regional dan internasional yang penting seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, OKI, Gerakan Non-Blok (NAM), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP) dan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP).
Secara kultural, nilai-nilai Islam berpadu dengan nilai-nilai budaya Melayu, berakar dalam kehidupan semua golongan sosial dan membentuk standar-standar perilaku bersama warga Brunei seperti: Awar galat (kerendahan hati), Menuakan yang tua (menghormati orang tua), Menghormati ibu bapa (menghormati orang tua), Mentaari raja (kesetiaan kepada Raja), Menjunjung adat (menghormati dan meneruskan adat), Identiti kebruneian (mempertahankan jati diri Brunei).
Pemerintah telah mengambil sejumlah langkah untuk membatasi penyebaran agama lain di Brunei guna memastikan peran Islam, mencegah orang mempelajari agama lain, dan melarang perpindahan agama. Negara ini telah menjadikan MIB sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dasar dan menengah, serta memantau secara ketat pers, media, dan kegiatan publik terkait.
Potensi kerjasama yang terbuka lebar
Vietnam dapat memanfaatkan dan menerapkan nilai-nilai ideologi MIB untuk lebih mempererat hubungan bilateral dengan Brunei.
Vietnam dan Brunei resmi menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1992 dan meningkatkannya menjadi Kemitraan Komprehensif pada tahun 2019. Selama 30 tahun terakhir, hubungan kedua negara telah menyaksikan banyak perkembangan penting dalam semua aspek.
Vietnam dan Brunei memiliki mekanisme kerja sama yang disebut Komite Gabungan Kerja Sama Bilateral (JCBC), yang diketuai oleh Menteri Luar Negeri, untuk meninjau dan mengarahkan pengembangan hubungan bilateral dan membahas masalah regional dan internasional yang menjadi perhatian bersama.
Pada tahun 2022, JCBC menyelenggarakan pertemuan keduanya dalam rangka peringatan 30 tahun hubungan bilateral. Kedua belah pihak menandatangani Rencana Aksi untuk mengimplementasikan Kemitraan Komprehensif Vietnam-Brunei untuk periode 2023-2027 saat kunjungan resmi Perdana Menteri Pham Minh Chinh ke Brunei (Februari 2023).
Mempertahankan pertukaran delegasi tingkat tinggi yang relatif sering selama bertahun-tahun telah membuat Vietnam dan Brunei lebih dekat, memperkuat kepercayaan politik, meningkatkan kerja sama, dan memelihara dukungan timbal balik di forum dan organisasi regional dan internasional.
Sultan Brunei Hassanal Bolkiah dan Perdana Menteri Pham Minh Chinh di Bandar Seri Begawan pada Februari 2023. (Foto: Duong Giang) |
Kerja sama ekonomi dan perdagangan merupakan salah satu pilar utama hubungan bilateral Vietnam-Brunei. Pada tahun 2020-2021, dampak pandemi Covid-19 di kedua negara menyebabkan pilar ini belum terlaksana secara efektif. Memasuki tahun 2022, perdagangan kedua negara telah pulih secara signifikan. Secara spesifik, omzet perdagangan kedua negara mencapai 726 juta dolar AS, melampaui target yang ditetapkan sebesar 134% sebelum batas waktu 2025.
Namun, meskipun terjadi peningkatan tajam, omzet perdagangan bilateral masih belum sepadan dengan potensi kedua negara. Vietnam masih menjadi negara dengan defisit perdagangan lebih dari 90% dari total omzet perdagangan. Saat ini, perusahaan-perusahaan Vietnam belum memiliki banyak proyek investasi dan bisnis di Brunei. Ke depannya, kedua negara perlu menetapkan target omzet perdagangan baru dan berupaya menyesuaikan neraca perdagangan agar lebih seimbang.
Saat ini, Pemerintah Brunei sedang berupaya mendiversifikasi perekonomian, meningkatkan kapasitas sektor ekonomi swasta, dan memperbaiki infrastruktur sesuai Visi 2035. Ini merupakan kesempatan dan waktu emas bagi Vietnam untuk mempromosikan perdagangan dan investasi, serta melibatkan pelaku bisnis dalam proses ini melalui kerja sama dan usaha patungan dengan mitra Brunei, terutama di industri energi, kimia, dan makanan halal. Brunei dapat menjadi pintu gerbang bagi Vietnam untuk berpartisipasi lebih mendalam dalam rantai pasok barang dan jasa halal ke pasar Muslim ketiga.
Dalam hal pertukaran antarmasyarakat, kegiatan pertukaran budaya antara kedua negara berlangsung meriah dan dinamis, ditandai dengan banyaknya pameran dan bazar budaya, seni, dan kuliner. Kerja sama pertukaran mahasiswa antara Universitas Nasional Brunei dan Universitas FPT Da Nang khususnya sangat menonjol.
Selain itu, peningkatan pemahaman budaya Islam di Vietnam juga berperan penting dalam upaya menghubungkan masyarakat kedua negara, yang berkontribusi pada promosi budaya Vietnam. Di saat yang sama, hal ini akan membantu bisnis Vietnam menembus pasar Brunei dan pasar Muslim yang berpenduduk lebih dari 1,9 miliar jiwa dengan lebih mudah, sekaligus mempromosikan industri halal Vietnam, yang dengan demikian semakin mempererat Kemitraan Komprehensif antara kedua negara Asia Tenggara.
(*) Mahasiswa PhD di Universitas Brunei.
(**) Sekretaris Ketiga, Kedutaan Besar Vietnam di Brunei Darussalam.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)