Dari kisah pilu siswa yang memojokkan seorang guru perempuan di kelas, menghinanya, dan melemparkan sandal kepadanya di Tuyen Quang, saya semakin melihat pentingnya untuk lebih mempromosikan pendidikan kepribadian bagi siswa.
MSc. Dinh Van Thinh berpendapat bahwa pendidikan kepribadian bagi siswa perlu diperkuat, terutama setelah kisah seorang guru yang dilempar sandal dan dihina. (Foto: NVCC) |
Kekerasan di sekolah bukanlah cerita baru, tetapi opini publik sempat memanas ketika seorang guru dikurung, dimaki, dan sandalnya dilempari oleh siswa. Sebagai seorang guru dan mantan siswa, saya mencermati isu yang telah mengguncang opini publik beberapa hari terakhir ini, dan saya pun merasa terkejut dan mempertanyakan kemerosotan budaya sekolah.
Saya merasa takut dengan perilaku yang merendahkan martabat dan harga diri seorang guru, dan di saat yang sama, saya khawatir tentang generasi muda yang mudah tersinggung dan sulit mengendalikan emosi serta perilakunya. Jika mereka seperti itu di sekolah, lalu bagaimana dengan mereka di rumah dan di masyarakat?
Citra dan hubungan guru dan murid makin retak, lambat laun hilang rasa simpati dan pengertian, hilang kemampuan terhubung dan kendalikan emosi pada level rendah.
Dari kisah ini, saya semakin menyadari pentingnya mempromosikan pendidikan kepribadian bagi siswa. Masyarakat akan merosot dan berada dalam bahaya jika pendidikan tidak mempromosikan dan berfokus pada pembentukan kepribadian bagi siswa.
Dalam kajian berjudul “Konsep Kepribadian dalam Psikologi Masa Kini” yang digagas oleh Associate Professor, Dr. Dinh Duc Hoi, kepribadian didefinisikan sebagai ciri-ciri psikologis yang stabil, terbentuk dalam kehidupan, aktivitas, dan komunikasi, yang merupakan identitas unik setiap individu, dan menjadi tolok ukur nilai kemanusiaan dalam masyarakat.
Pada usia remaja, pendidikan kepribadian sangatlah penting, karena pada usia ini anak-anak memasuki masa pubertas, mengalami perubahan psikologis dan fisiologis, suka pamer, dan mudah gelisah. Oleh karena itu, pada tahap ini, perlu adanya orientasi dan perhatian yang lebih mendalam terhadap mereka.
Memupuk karakter yang baik merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan belajar. Sebuah studi terhadap hampir 300 siswa kelas tiga di AS yang dilakukan oleh jurnal Scholar Psychology menunjukkan bahwa keterampilan emosional dan sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap kemampuan belajar mereka di sekolah. Statistik juga menunjukkan bahwa anak-anak yang dibina dengan baik dalam karakter juga mendapatkan skor 11-17% lebih baik dalam ujian sekolah.
Anak-anak akan lebih dicintai oleh orang lain ketika mereka memiliki kepribadian yang baik, mampu mencintai orang lain, dan memaafkan. Kejujuran dan rasa hormat terhadap orang lain juga sangat penting. Ini bukan hanya praktik satu atau dua hari, tetapi orang dewasa perlu memberi contoh kepada anak-anak, mendampingi, membimbing, dan mengarahkan mereka secara berkelanjutan.
Pada saat yang sama, penting untuk mempertimbangkan pentingnya mendidik kepribadian anak melalui situs jejaring sosial, serta memilih dan mengontrol konten dengan lebih cermat. Sebab, anak-anak usia dini, jika tidak diarahkan dengan cermat, menggunakan ponsel untuk bermain gim, dan menjelajahi jejaring sosial akan mudah terpengaruh oleh konten negatif, toksik, dan kekerasan.
Lebih lanjut, membangun lingkungan tanpa kekerasan tidak bisa hanya didasarkan pada hukuman, tetapi harus secara bersamaan berubah dari setiap individu, terutama dari orang dewasa. Untuk mengurangi kekerasan di sekolah, agar guru menjadi guru, siswa menjadi siswa, kita tidak boleh hanya mengandalkan bentuk-bentuk disiplin, tetapi juga perlu lebih mendalami cara anak-anak belajar mencintai dan merasakan trauma psikologis dan rasa sakit fisik yang harus dialami orang lain setelah mengalami kekerasan.
Guru perlu mengendalikan diri lebih baik, mulai dari perkataan hingga perilaku. Sehubungan dengan itu, guru perlu memberi contoh kepada anak-anak, mengembangkan metode pendidikan dan disiplin yang positif, serta membekali diri dengan keterampilan dan psikologi saat bekerja dengan setiap kelompok usia.
Sekolah dan guru perlu menetapkan aturan komunikasi dan perilaku dengan siswa. Di kelas, guru perlu menghormati siswa, menghindari kritik yang berlebihan, dan menghindari menyakiti psikologis anak. Gunakan kasih sayang untuk menaklukkan anak-anak.
Keluarga juga memiliki tanggung jawab besar dalam mendidik anak. (Sumber: TT) |
Oleh karena itu, pendidikan keluarga dalam "tripod" keluarga-sekolah-masyarakat menjadi semakin penting. Mendidik anak membutuhkan koordinasi yang sangat erat dari "tiga tripod" ini. Dalam keluarga, orang tua perlu menjadi teladan yang baik bagi anak dalam pembentukan dan pengembangan kepribadian, mendidik anak tentang cinta dan rasa hormat terhadap kehidupan, serta menghargai orang lain. Mendidik dan membantu anak melatih kepercayaan diri, toleransi, dan pengampunan, memecahkan masalah dalam hidup melalui komunikasi dan dialog, serta mencari dukungan dari orang lain.
Sekolah perlu memiliki prinsip komunikasi dan perilaku dalam proses belajar mengajar, perlu pengawasan yang ketat, dan menciptakan kegiatan yang menghubungkan guru dan siswa, membantu mereka saling memahami dan berbagi nilai-nilai yang baik. Program keterampilan hidup dan konseling psikologis perlu diinvestasikan dan ditingkatkan secara lebih mendalam, memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dan membekali diri, serta mengetahui cara berperilaku. Ini juga merupakan kesempatan bagi anak-anak untuk memecahkan masalah, mengendalikan emosi, dan mempelajari nilai-nilai hidup yang bermakna seperti kedamaian, cinta kasih, rasa hormat, tanggung jawab, dan kerja sama.
Ruang konseling psikologis adalah tempat anak-anak dapat berbagi dan mengungkapkan kisah terdalam mereka, tekanan berat yang mungkin datang dari keluarga, teman, cinta, dan studi. Masyarakat perlu mengadakan kegiatan pendidikan hukum dan propaganda di sekolah-sekolah, dan pemerintah daerah perlu mengirimkan pemberitahuan ke rumah-rumah, membuat kegiatan edukatif seperti memobilisasi anak-anak untuk menghadiri kegiatan khusus di lingkungan sekitar, dan mengawasi mereka selama masa studi dan pekerjaan mereka.
Biarkan anak-anak melihat kesopanan dan kebaikan dalam perilaku di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Jangan biarkan gaya hidup yang tidak beradab dan penuh kekerasan memengaruhi anak-anak. Hal-hal ini memengaruhi pembentukan dan perkembangan kepribadian anak.
Sekolah yang bahagia adalah sekolah yang membuat siswa dan guru merasa bahagia. Harus ada lingkungan yang aman dan ramah. Para guru mengharapkan Undang-Undang Guru dengan landasan hukum yang spesifik dan tegas untuk melindungi diri mereka sendiri, sehingga guru tidak lagi menjadi korban kekerasan di sekolah.
Menanggapi pertanyaan seputar kekerasan di sekolah pada 7 November, Menteri Nguyen Kim Son mengutip statistik dari 1 September 2021 hingga 5 November 2023, terdapat 699 kasus kekerasan di sekolah secara nasional, yang melibatkan lebih dari 2.016 siswa, termasuk 854 siswi, dengan rata-rata 1 kasus kekerasan di sekolah per 50 institusi pendidikan. Selain itu, selama pandemi yang berkepanjangan, siswa telah belajar daring dalam waktu yang lama, yang menyebabkan masalah psikologis. Psikologi orang dewasa juga merupakan faktor penyebabnya. Menteri Nguyen Kim Son mengutip statistik dari Mahkamah Agung Rakyat yang menunjukkan bahwa terdapat 220.000 perceraian setiap tahun, dengan 70-80% di antaranya terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga. Siswa dalam keluarga ini dapat menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga sekaligus mengalami kekerasan dan penelantaran. Lingkungan seperti itu menyebabkan tingginya angka siswa yang terlibat dalam kekerasan di sekolah. Mencegah kekerasan dalam rumah tangga sangatlah penting. Selain itu, media sosial dan film-film yang berkaitan dengan kekerasan kolektif juga menjadi penyebab kekerasan di sekolah. Panglima Sektor Pendidikan berharap agar sektor-sektor terkait dapat berkoordinasi untuk mengatasi masalah ini. |
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)