Tren perjalanan baru: Pengalaman maksimal, biaya minimal
Sebelum fajar, Oneone Han dan Pipi Tang, dua turis asal Shanghai, tiba di Hong Kong dengan misi yang jelas: menaklukkan kota dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dengan biaya sehemat mungkin. Mereka melewatkan hotel, mandi di bandara, dan memulai perjalanan pukul 6 pagi, menghabiskan dua hari mengunjungi tempat-tempat terkenal hingga larut malam.
Mereka adalah lambang tren perjalanan "ala pasukan khusus" yang sedang marak di kalangan anak muda Tiongkok. Tren ini berfokus pada mengemas rencana perjalanan yang padat dengan banyak tujuan dalam waktu singkat dengan biaya minimal, terinspirasi oleh semangat disiplin, efisiensi, dan ketahanan militer.

Selama liburan Golden Week di bulan Mei, duo ini menetapkan tujuan untuk menjelajahi 14 objek wisata di Hong Kong dalam waktu 48 jam dengan anggaran hanya sekitar 360 USD.
Tekanan sosial dan rasa takut ketinggalan
Tren perjalanan "operasi khusus" telah meroket di platform media sosial Tiongkok seperti Xiaohongshu dan Douyin, dengan para pengguna berbagi rencana perjalanan terperinci, tips hemat, tempat berfoto, dan tempat makan murah. Han dan Tang juga menargetkan untuk mengunjungi setiap provinsi di Tiongkok pada tahun 2026. "Kita hanya perlu mengunjungi empat provinsi lagi," kata Han. "Sangat memuaskan bisa melihat begitu banyak tempat dalam waktu singkat dan tetap hemat."
Dr. Mingming Cheng, direktur Laboratorium Media Sosial di Curtin University, Australia, mengatakan tren ini mencerminkan tekanan yang dihadapi kaum muda Tiongkok. "Banyak anak muda memiliki waktu dan anggaran terbatas, tetapi tetap ingin merasakan pengalaman sebanyak mungkin," ujar Bapak Cheng. Ia mengatakan rasa takut ketinggalan (FOMO), terutama setelah pandemi, telah memicu gagasan bahwa "jika Anda tidak pergi sekarang, Anda akan menyesalinya nanti".
Metode tabungan yang kontroversial
Untuk mengoptimalkan biaya, banyak wisatawan telah mengambil langkah penghematan yang drastis. Beberapa orang memilih untuk menginap di restoran McDonald's 24 jam, jaringan hotpot Haidilao, atau kafe internet.

Chloe Cai, seorang pelancong, mengatakan ia hanya menghabiskan $106 untuk perjalanan tiga harinya ke Hong Kong, sebagian berkat menginap semalam di McDonald's. "Hotel terlalu mahal selama liburan, jadi saya menginap di McDonald's semalam dan hotel murah seharga $46 semalam," kata Cai. Namun, ia mengakui pengalaman itu tidak aman dan tidak akan mengulanginya.
Keputusan ini memicu reaksi beragam, dengan beberapa warga Hong Kong menyebutnya “memalukan” dan tidak berkontribusi terhadap ekonomi lokal, dan bahkan menyerukan agar jaringan restoran tersebut berhenti beroperasi 24/7.
Dampak ekonomi dan adaptasi destinasi
Menurut Dewan Pariwisata Hong Kong, meskipun jumlah wisatawan Tiongkok daratan yang datang ke kota tersebut meningkat, penjualan ritel sedikit menurun. "Jumlah wisatawan meningkat, tetapi pengeluaran rata-rata menurun tajam. Banyak orang tidak menginap, makan di luar, atau berbelanja, sehingga kontribusi mereka terhadap perekonomian sangat terbatas," kata Mimi Li, profesor pariwisata di Universitas Politeknik Hong Kong.
Namun, Ibu Li juga melihat potensi jangka panjang, dengan mengatakan bahwa kelompok wisatawan muda ini dapat kembali di masa mendatang dengan daya beli yang lebih tinggi. Kebiasaan bepergian mereka telah berubah, dengan penekanan yang berkurang pada belanja mewah dan lebih banyak pada perjalanan singkat yang menekankan pengalaman lokal.
Sebagai respons, pemerintah Hong Kong menyesuaikan strateginya untuk menarik wisatawan baru. Alih-alih hanya mempromosikan landmark terkenal, kota ini mengembangkan produk wisata yang lebih beragam seperti tur pabrik, menjelajahi lingkungan tersembunyi, pasar tradisional, serta pengalaman budaya dan ekologi baru.
Sumber: https://baolamdong.vn/du-lich-dac-nhiem-trao-luu-di-nhieu-tieu-it-cua-gioi-tre-397843.html






Komentar (0)