
Sistem kecerdasan buatan ini dikembangkan oleh para ilmuwan di Rumah Sakit Umum Singapura (SGH) dan Institut Biologi Molekuler dan Seluler (di bawah Badan Sains, Teknologi, dan Penelitian - A*). Sistem ini dapat membantu dokter mendiagnosis risiko kekambuhan kanker hati pada pasien dengan akurasi tinggi dengan menganalisis lokasi dan distribusi lima gen spesifik dalam jaringan tumor hati dan sel imun di dalam tumor.
Dr. Joe Yeong, seorang ilmuwan di Rumah Sakit Umum Singapura, menambahkan bahwa sel imun, yang dikenal sebagai sel pembunuh alami (NK), adalah jenis sel darah putih yang menghancurkan sel-sel yang sakit, termasuk sel kanker. Jumlah sel pembunuh alami yang rendah merupakan indikator penting dari risiko kekambuhan kanker yang lebih tinggi.
Selain itu, dengan menghitung secara akurat lokasi dan distribusi sel pembunuh alami dibandingkan dengan sel kanker, dimungkinkan untuk menilai kemampuan dan efektivitas proses penghancuran sel kanker. Dari sini, dokter dapat membuat diagnosis dini dan sangat akurat, jauh melampaui metode tradisional. Hal ini menghemat waktu dan biaya serta secara signifikan meningkatkan hasil pengobatan bagi pasien.
Para peneliti menilai keandalan sistem kecerdasan buatan berdasarkan analisis sampel dari lebih dari 200 pasien dari lima rumah sakit di Singapura dan Tiongkok. Tim peneliti akan terus melakukan analisis dan evaluasi mendalam di Rumah Sakit Umum Singapura dan Pusat Kanker Nasional Singapura hingga akhir tahun 2025.
Para dokter di Rumah Sakit Umum Singapura menekankan bahwa karsinoma hepatoseluler (HCC) adalah jenis kanker keempat yang paling umum pada pria di Singapura, dengan tingkat kejadian sekitar 20 per 100.000 warga Singapura setiap tahunnya. Perlu dicatat, sekitar 70% pasien yang menjalani pengobatan berisiko mengalami kekambuhan dalam waktu 5 tahun.
Sumber: https://baolaocai.vn/he-thong-ai-chan-doan-chinh-accurately-over-80-risk-of-relapse-of-liver-cancer-post649326.html






Komentar (0)