Pengguna sedang mengisi daya ponsel dengan pengisi daya nirkabel
Dalam beberapa tahun terakhir, pengisian daya nirkabel semakin banyak digunakan pada ponsel, headphone, dan jam tangan pintar. Perusahaan teknologi berlomba-lomba memperkenalkan dok pengisi daya, meja pengisi daya, dan bahkan meja yang dapat menyalurkan listrik.
Namun, meskipun sudah ada selama hampir satu dekade, pengisian daya nirkabel masih menjadi pilihan sekunder. Orang-orang masih membawa kabel pengisi daya saat pergi bekerja, sekolah, atau bepergian . Mengapa?
Pengisian daya nirkabel masih belum bisa “melampaui” kabel pengisian daya tradisional
Dibandingkan kabel tradisional, pengisian daya nirkabel masih terasa jauh lebih lambat. Pengisi daya kabel cepat saat ini dapat mencapai kapasitas 30W hingga lebih dari 60W, mengisi penuh baterai ponsel hanya dalam waktu sekitar 30 menit. Sementara itu, sebagian besar bantalan pengisi daya nirkabel masih beroperasi pada daya 5W-15W, cukup untuk menjaga baterai tetap awet saat tidur atau bekerja di meja.
Alasan utamanya terletak pada mekanisme transmisi energi. Pengisian daya nirkabel bekerja berdasarkan prinsip induksi magnetik , di mana arus dalam kumparan menciptakan medan magnet yang berosilasi, yang menginduksi arus pada perangkat penerima. Namun, efisiensi transmisi biasanya hanya 60-75%, jauh lebih rendah daripada transmisi langsung melalui kabel tembaga.
Akibatnya, jumlah energi yang hilang berubah menjadi panas. Pengguna dapat dengan mudah menyadari bahwa perangkat menjadi sangat panas saat mengisi daya secara nirkabel dalam waktu lama, yang tidak hanya memperlambat pengisian daya tetapi juga memengaruhi masa pakai baterai.
Selain itu, pengisian daya nirkabel mengonsumsi lebih banyak daya. Beberapa uji teknis menunjukkan bahwa total konsumsi daya untuk mengisi daya perangkat secara nirkabel hingga penuh bisa 30-50% lebih tinggi daripada pengisian daya dengan kabel. Dalam lanskap teknologi yang berfokus pada efisiensi energi dan pengurangan emisi, hal ini jelas merupakan kendala yang signifikan.
Banyak janji, tapi masih jauh yang harus ditempuh
Meskipun menjanjikan kemudahan, pengisian daya nirkabel belum sepenuhnya menggantikan kabel pengisi daya tradisional. Selain kecepatan pengisian yang lambat, teknologi ini juga terhambat oleh standar.
Standar Qi sedang diadopsi oleh banyak perusahaan, tetapi sinkronisasinya tidak mutlak. Bantalan pengisi daya mungkin tidak kompatibel atau pengisian dayanya lambat dengan perangkat lain, sehingga mengurangi fleksibilitas—faktor yang sangat diminati pengguna.
Selain itu, kemampuan untuk mengisi daya beberapa perangkat secara bersamaan masih terbatas. Kebanyakan bantalan pengisi daya hanya mendukung satu perangkat pada posisi tetap, dan jika penempatannya salah, proses pengisian daya dapat terganggu. Ketidaknyamanan ini membuat pengalaman nirkabel tidak "nirkabel" seperti yang diharapkan.
Di tingkat riset, banyak perusahaan sedang mengembangkan teknologi pengisian daya jarak jauh menggunakan gelombang radio, laser, atau ultrasound. Beberapa prototipe dapat mentransmisikan listrik hingga beberapa meter, tetapi efisiensinya masih sangat rendah, biayanya tinggi, dan terutama berisiko memengaruhi kesehatan jika tidak dikontrol dengan cermat.
Agar teknologi nirkabel benar-benar dapat menggantikan kabel pengisi daya, ia perlu mengatasi tiga tantangan utama: kecepatan, fleksibilitas, dan kompatibilitas. Saat ini, tujuan tersebut mungkin masih jauh dari tercapai.
Pengisian daya nirkabel telah ada selama lebih dari seratus tahun.
Pada tahun 1899, ilmuwan Nikola Tesla mencoba mengirimkan listrik melalui udara menggunakan gelombang radio di Menara Wardenclyffe. Meskipun gagal pada saat itu, eksperimen tersebut dianggap sebagai fondasi teknologi pengisian daya nirkabel modern.Saat ini, prinsip resonansi magnetik dan gelombang frekuensi tinggi membuat mimpi itu menjadi kenyataan, meskipun masih jauh dari kemudahan yang dibayangkan Tesla.
Sumber: https://tuoitre.vn/khi-nao-cong-nghe-sac-khong-day-thay-duoc-day-sac-truyen-thong-20250704103935769.htm
Komentar (0)