Sebelumnya, dalam proses pengkajian dan finalisasi Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan dan Penyempurnaan sejumlah pasal dalam Undang-Undang tentang Periklanan, banyak pendapat dari anggota DPR dan para ahli yang menitikberatkan pada sumbangan komentar terhadap isi yang terkait dengan pengelolaan kegiatan periklanan daring dan tanggung jawab influencer, yakni pihak yang semakin berperan penting dalam mempromosikan suatu barang dan jasa.
Salah satu isi yang banyak dikomentari adalah kewajiban untuk "menyediakan dokumen terkait konten iklan apabila diminta oleh otoritas yang berwenang" (Poin b, Klausul 2, Pasal 15a). Beberapa komentar menyarankan agar ketentuan ini dipertimbangkan untuk menghindari beban hukum yang tidak perlu bagi penyedia iklan, terutama apabila mereka tidak secara langsung memproduksi konten tersebut.
Tanggung jawab sosial selebriti
Selain itu, terdapat pula usulan untuk menambahkan tanggung jawab bersama berupa ganti rugi kepada pihak yang mentransmisikan produk iklan, jika terjadi iklan palsu yang merugikan konsumen. Usulan ini menekankan tanggung jawab sosial selebritas dan influencer dalam berpartisipasi dalam kampanye promosi komersial.
Ringkasan pertemuan. (Foto: Media Majelis Nasional)
Usulan penting lainnya adalah memperketat persyaratan bagi influencer yang diizinkan untuk menyampaikan produk iklan. Dengan demikian, hanya mereka yang memiliki keahlian yang relevan dengan produk tersebut (seperti dokter untuk perusahaan farmasi, ahli gizi untuk perusahaan pangan fungsional, dll.) yang akan diizinkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan periklanan. Namun, ada juga pendapat bahwa hal ini perlu dipertimbangkan secara matang agar tidak menghambat penciptaan konten dan diversifikasi pasar.
Mengenai kewajiban untuk memverifikasi kredibilitas pengiklan, beberapa delegasi mempertanyakan kelayakan peraturan ini, terutama dalam konteks bahwa informasi tentang bisnis dan merek dapat sulit diverifikasi oleh individu tanpa keahlian atau alat pengujian independen.
Terkait dengan pengaturan "dilarang beriklan di situs web, media sosial, aplikasi daring, dan platform digital yang melanggar hukum", banyak pendapat yang sependapat, namun berpendapat perlu mengkaji dan mengevaluasi kelayakannya. Sebab, penetapan platform "ilegal" bisa jadi tidak memiliki dasar yang jelas dan mudah berujung pada penerapan yang sewenang-wenang.
Komentar tentang manajemen periklanan lintas batas
Selain itu, beberapa komentar disampaikan mengenai pengelolaan kegiatan periklanan lintas batas, khususnya dalam Pasal 23 Klausul 6. Beberapa pihak mengusulkan peraturan yang lebih ketat, yang mewajibkan organisasi dan individu asing yang menyediakan layanan periklanan lintas batas di Vietnam untuk mendaftarkan kegiatan mereka, menyimpan data, melaporkan secara berkala, dan mematuhi hukum Vietnam. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa peraturan dalam rancangan Undang-Undang ini terlalu ketat, dan seharusnya hanya mewajibkan pendaftaran informasi dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku agar sesuai dengan praktik internasional dan tidak menciptakan hambatan bagi penyedia layanan asing.
Menanggapi komentar para delegasi, Komite Tetap Majelis Nasional (NASC) menyatakan bahwa rancangan Undang-Undang tersebut telah direvisi untuk memperjelas konsep "periklanan" dan menambahkan istilah "penerima iklan" untuk mencerminkan sifat sebenarnya dari kegiatan periklanan saat ini. Isi "influencer" juga telah dipindahkan ke Pasal 15a untuk memastikan logika dalam struktur undang-undang.
Terkait hak dan kewajiban pihak yang menyampaikan produk periklanan, Komisi Tetap Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menegaskan, badan usaha periklanan termasuk artis dan influencer wajib bertanggung jawab memberikan informasi apabila diminta oleh instansi yang berwenang dan melaksanakan kewajibannya secara penuh sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila terjadi pelanggaran, penanganannya akan didasarkan pada tingkat pelanggarannya. Penambahan kewajiban "memverifikasi kredibilitas pengiklan" dianggap perlu untuk meningkatkan tanggung jawab sosial dan membatasi praktik iklan palsu, iklan barang palsu, dan barang tiruan. Oleh karena itu, ketentuan yang ada dalam RUU ini tetap dipertahankan.
Terkait periklanan, peraturan yang berlaku saat ini telah efektif, terutama dalam melindungi merek dan mencegah pelabelan konten berbahaya dan berita palsu. Rancangan Undang-Undang ini terus melengkapi peraturan untuk meningkatkan tanggung jawab entitas yang berpartisipasi, dengan tujuan mencapai pembangunan berkelanjutan di industri periklanan dan konten digital.
Terkait beberapa konten terkait badan hukum dan perorangan asing yang menjalankan bisnis periklanan di Vietnam, ketentuan dalam rancangan tersebut telah memastikan kepatuhan terhadap komitmen internasional, terutama komitmen ketika Vietnam bergabung dengan WTO. Di saat yang sama, persyaratan bahwa "pengiklan" asing harus melalui organisasi periklanan domestik untuk beriklan di Vietnam konsisten dengan Hukum Dagang yang berlaku.
Panitia Tetap Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menegaskan akan tetap menerima pendapat dari delegasi, para ahli, dan pihak-pihak terkait, namun berdasarkan pertimbangan yang matang, mengusulkan agar sebagian isi RUU tetap sebagaimana dimaksud.
Menurut VOV
Sumber: https://baothanhhoa.vn/luat-moi-da-diem-mat-chi-ten-nghe-si-quang-cao-sai-su-that-252291.htm
Komentar (0)