Citra guru tidak hanya dikaitkan dengan kapur dan papan tulis, tetapi juga menjadi simbol inovasi, kreativitas, dan kemampuan beradaptasi, yang membawa generasi muda menuju masa depan digital.
Associate Professor, Dr. Le Thi Thuy Vinh - Wakil Kepala Fakultas Sastra, Universitas Pendidikan Nasional Hanoi 2: Harmonisasi teknologi - orang - kebijakan, di mana orang menjadi pusatnya

Saat ini, kita menghadapi banyak kondisi yang menguntungkan. Pertama, teknologi membuka gudang pengetahuan yang sangat besar melalui internet, perpustakaan elektronik, materi pembelajaran digital, dan kecerdasan buatan, yang membantu peserta didik mengakses pengetahuan global dengan mudah. Kedua, metode pengajaran sangat inovatif, mulai dari pembelajaran daring, kelas terbalik, hingga pembelajaran personal, yang semuanya menciptakan kondisi untuk memaksimalkan kemampuan setiap peserta didik. Selain itu, teknologi juga menciptakan jaringan koneksi global, yang membantu guru dan peserta didik untuk bertukar dan bekerja sama secara internasional tanpa dibatasi oleh jarak geografis. Khususnya, dalam proses pembelajaran digital, peserta didik dilatih dalam keterampilan teknologi, sehingga lebih mampu beradaptasi dengan tuntutan pasar tenaga kerja 4.0.
Namun, saya melihat banyak masalah yang mengkhawatirkan. Pertama, kesenjangan digital, tidak semua siswa memiliki akses penuh terhadap peralatan, internet, atau infrastruktur teknologi yang dibutuhkan, terutama di daerah terpencil dan sulit.
Kedua, kualitas pembelajaran daring tidak merata, banyak siswa kurang disiplin, sementara banyak guru masih bingung dengan metode pengajaran baru. Poin lainnya adalah risiko ketergantungan teknologi. Jika perangkat digital disalahgunakan, peserta didik dapat menjadi pasif, sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk berpikir kritis dan kreatif. Terakhir, saya pikir keamanan dan etika digital juga merupakan tantangan besar, ketika isu-isu seperti keamanan data, privasi, informasi palsu, atau penyalahgunaan media sosial semakin kompleks.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan di atas, investasi dalam infrastruktur dan memastikan kesetaraan digital diperlukan; artinya, negara, sekolah, dan masyarakat harus bergandengan tangan untuk mendukung fasilitas, peralatan, jalur transmisi, dan materi pembelajaran bagi daerah dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Kedua, pengembangan kapasitas digital bagi guru dan siswa sangatlah penting. Pengembangan kapasitas digital tidak hanya terbatas pada instruksi tentang cara menggunakan perangkat, tetapi juga membutuhkan pelatihan dalam keterampilan seleksi informasi, berpikir kritis, dan kesadaran akan keamanan digital.
Selain itu, kita harus secara fleksibel menggabungkan pembelajaran tatap muka dan daring, tidak memutlakkan teknologi, tetapi memandang teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan efektivitas metode tradisional. Pada saat yang sama, membangun ekosistem pembelajaran terbuka dengan perpustakaan digital, materi pembelajaran terbuka, kelas pintar, dan komunitas pembelajaran daring juga penting. Yang terpenting, pendidikan di era digital harus berfokus pada etika dan nilai-nilai kemanusiaan, karena betapa pun berkembangnya teknologi, tujuan akhir pendidikan tetaplah manusia seutuhnya.
Era digital menghadirkan peluang yang belum pernah ada sebelumnya bagi pendidikan dalam memperluas pengetahuan dan berinovasi metode; tetapi di saat yang sama, era ini juga menghadirkan banyak tantangan dalam hal pemerataan, kualitas, dan kemanusiaan. Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, kita perlu memadukan teknologi - manusia - kebijakan secara harmonis, dengan menempatkan manusia sebagai pusatnya agar teknologi dapat benar-benar mendukung pembangunan berkelanjutan.
Mengenai peran guru, saya yakin peran tersebut akan semakin penting dalam konteks saat ini. Teknologi memang dapat menghadirkan pengetahuan tanpa batas, tetapi gurulah yang membimbing, menginspirasi, memelihara kepribadian, dan mengembangkan pemikiran kritis siswa.
Di era digital, guru bukan sekadar penyampai ilmu pengetahuan, melainkan harus menjadi perancang, pengorganisir, dan pemimpin kegiatan pembelajaran, serta mampu memanfaatkan teknologi untuk menciptakan lingkungan belajar yang kreatif, interaktif, dan personal. Namun, guru perlu menguasai keterampilan digital, berpikir fleksibel, dan berinovasi dalam metode pembelajaran; sekaligus, mereka harus memiliki keterampilan lunak seperti komunikasi, kolaborasi, manajemen kelas daring, serta rasa tanggung jawab dalam mendidik siswa tentang etika dan nilai-nilai kemanusiaan.
Oleh karena itu, sekolah pedagogi harus selangkah lebih maju: Tidak hanya melatih pengetahuan profesional, tetapi juga membekali mahasiswa pedagogi dengan keterampilan teknologi pendidikan (menggunakan AI, materi pembelajaran digital, pengajaran daring, merancang kuliah elektronik), keterampilan riset, kreativitas, dan adaptasi. Selain itu, fokuslah pada pelatihan mahasiswa dalam keterampilan seleksi informasi, memastikan keamanan digital, dan kemampuan mendidik mahasiswa untuk berkembang secara komprehensif di lingkungan baru. Hal ini juga merupakan fokus utama Universitas Pedagogis Hanoi 2.
Ibu Tran Thi Loan - Wakil Kepala Sekolah SMA Khusus Lao Cai (Lao Cai): Tiga kelompok kompetensi penting bagi guru di era digital

Berpartisipasi dalam manajemen dan pengajaran di sekolah menengah atas, saya merasakan dengan jelas peluang yang dihadirkan oleh era digital. Teknologi memperluas akses pengetahuan, menginovasi metode pengajaran, menghubungkan dan berbagi pengalaman dengan cepat dan fleksibel. Inilah saatnya bagi guru perempuan untuk menegaskan kemampuan dan kapasitas profesional mereka. Namun, peluang selalu datang dengan tekanan. Perempuan harus memastikan tanggung jawab keluarga mereka dan cepat beradaptasi dengan tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi. Namun, tekanan inilah yang menjadi motivasi bagi saya dan banyak rekan perempuan lainnya untuk berjuang, menjadi dewasa, dan terus berkontribusi dalam karier mendidik masyarakat.
Dari penerapan praktis tugas-tugas pengajaran dan manajemen, saya menemukan bahwa teknologi membuat perkuliahan lebih hidup dan menarik, tetapi tidak dapat menggantikan perasaan, pemahaman, dan kemampuan menginspirasi seorang guru. Mesin tidak dapat membimbing kepribadian, tidak dapat menumbuhkan nilai-nilai kehidupan. Guru tetap memainkan peran sentral, senantiasa memimpin, mendampingi, dan menanamkan ilmu dengan sepenuh hati dan kecerdasannya dalam setiap pembelajaran.
Untuk beradaptasi dengan era digital, guru perlu dibekali tiga kelompok kompetensi penting. Pertama , kompetensi digital, seperti penggunaan perangkat lunak, perangkat lunak, dan data yang mumpuni untuk mendukung pengajaran dan manajemen. Kedua , kapasitas inovasi dan kreativitas: Mampu merancang dan mengorganisasikan metode pembelajaran yang fleksibel, merangsang minat dan kemampuan belajar mandiri siswa. Ketiga , soft skills dan adaptabilitas, seperti: Manajemen waktu, komunikasi yang efektif, dan selalu siap belajar serta memperbarui pengetahuan. Dalam pengajaran Biologi, saya sering menggunakan model 3D dan video eksperimen daring, yang memungkinkan siswa mengakses pengetahuan dengan cara yang lebih intuitif dan nyata dalam pembelajaran mereka.
Namun, yang membuat kita bertanya-tanya adalah bagaimana membuat siswa tidak hanya "menggunakan" teknologi tetapi juga mampu berpikir kritis dan kreatif di lingkungan digital? Hal ini dapat dikatakan menjadi tantangan besar dalam pengajaran saat ini. Jika hanya berhenti pada tahap "menggunakan", siswa akan mudah terjerumus ke dalam ketergantungan dan kepasifan. Guru perlu membimbing siswa untuk mampu memilih informasi, menganalisis secara multidimensi, dan mempraktikkan pemikiran kritis budaya.
Saya sering mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek kecil, bekerja dalam kelompok, dan menciptakan produk digital. Melalui pengalaman dan debat, mereka mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan menjadi kreatif. Pada saat itu, teknologi menjadi alat bagi siswa untuk memperluas pengetahuan, mengembangkan kemampuan, dan menegaskan kemampuan mereka, sehingga membuat pembelajaran dan penerapan teknologi lebih efektif dan kreatif.
Siswa Berprestasi Le Thi Hong Tam - guru di Sekolah Dasar Kota Ha Hoa (Komune Ha Hoa, Phu Tho): Teknologi adalah alat pendukung, bukan pengganti guru.

Sebagai seorang guru perempuan, saya jelas merasakan peluang sekaligus tekanan, tantangan yang dihadirkan era digital. Peluangnya adalah untuk mengakses sumber pengetahuan yang luas, memiliki banyak perangkat pendukung pengajaran, mengembangkan kreativitas, dan terhubung secara global. Namun, tekanan tersebut datang dari tuntutan inovasi berkelanjutan, menyeimbangkan pekerjaan, keluarga, dan pengembangan diri agar tidak tertinggal. Hal ini merupakan tantangan sekaligus motivasi bagi perempuan dalam profesi guru untuk terus mengembangkan diri.
Menurut saya, teknologi hanya benar-benar menunjukkan nilainya ketika digunakan sebagai alat bantu, bukan untuk menggantikan guru. Guru dapat menggunakan teknologi untuk mengilustrasikan pengetahuan secara lebih intuitif, mengatur kelas dengan lebih hidup, menyediakan sumber materi yang lebih kaya, dan menciptakan lingkungan belajar yang terbuka bagi siswa. Namun, gurulah yang membimbing, mengarahkan, dan memelihara emosi, kepribadian, serta aspirasi belajar siswa. Oleh karena itu, teknologi berperan sebagai sarana, sementara guru tetap memegang posisi sentral dalam mendidik manusia.
Dalam lingkungan digital, siswa tidak boleh hanya berhenti pada "menggunakan" teknologi. Mereka perlu dilatih berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan memilih serta memanfaatkan informasi untuk memecahkan masalah praktis. Guru perlu membimbing siswa untuk bertanya, menganalisis, dan memilih informasi, alih-alih menerimanya secara pasif.
Pada saat yang sama, ciptakan kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi dalam proyek, mendapatkan pengalaman praktis, mendorong mereka untuk menyampaikan pandangan pribadi, dan mengusulkan solusi baru. Hanya ketika dilatih di lingkungan terbuka, siswa dapat mengembangkan kreativitas dan kepercayaan diri di dunia digital.
Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu mahir menggunakan perangkat pengajaran daring dan perangkat lunak pendukung pengajaran; mampu mengatur dan mengelola kelas dalam lingkungan daring; menerapkan teknologi untuk berinovasi dalam metode pembelajaran dan menciptakan antusiasme bagi siswa. Guru juga perlu menjaga interaksi dan membangun lingkungan belajar yang humanis bahkan di dunia digital; senantiasa memperbarui pengetahuan dan mengikuti perkembangan teknologi yang pesat; menumbuhkan rasa cinta dan tanggung jawab, sehingga teknologi menjadi alat pendukung, bukan pengganti guru.

Dari pengalaman saya sendiri, saya ingin berbagi beberapa kiat tentang cara menerapkan teknologi secara efektif dalam pengajaran sekolah dasar sebagai berikut:
Pertama, siswa sekolah dasar mudah tertarik pada warna, gerakan, dan suara. Oleh karena itu, perkuliahan sebaiknya menggabungkan gambar, video, animasi, dan eksperimen virtual; hindari terlalu banyak kata pada slide, dan gantilah dengan gambar, diagram, dan simbol yang mudah diingat.
Kedua, siswa sering kali suka "belajar sambil bermain". Guru dapat membuat permainan melalui pilihan ganda, permainan kata, teka-teki silang, permainan lotre, dan menciptakan motivasi melalui poin bonus. Namun, guru harus memperhatikan batasan waktu agar siswa tidak asyik "bermain" dan lupa "belajar".
Ketiga, di sekolah dasar, rentang perhatian siswa pendek (10-15 menit). Aktivitas teknologi sebaiknya dibatasi dan diselingi dengan permainan, diskusi kelompok, dan latihan kertas/papan.
Keempat, kembangkan keterampilan teknologi informasi bagi diri mereka sendiri dan siswa mereka. Guru perlu mempelajari dan memperbarui pengetahuan mereka secara berkala tentang perangkat teknologi baru; membimbing siswa untuk menggunakan perangkat dengan benar dan aman (misalnya, cara menggunakan tablet, pengoperasian mouse, cara menjaga keamanan saat daring, dll.).
Kelima, perlu mempertimbangkan jumlah waktu yang dihabiskan siswa di perangkat elektronik, membatasi jumlah waktu yang dihabiskan siswa untuk melihat layar, yang dapat memengaruhi mata dan kesehatan mereka. Seimbangkan aktivitas komputer dengan aktivitas praktik, pengalaman, dan praktik langsung.
Keenam, teknologi berperan sebagai asisten pengajar, bukan pengganti guru. Guru perlu berperan membimbing, mengarahkan, dan menginspirasi motivasi belajar siswa.
Ketujuh, instruksikan siswa untuk menggunakan internet dengan aman, tidak mengklik pranala yang aneh, tidak menyebarkan informasi pribadi; pilih platform pembelajaran yang memiliki reputasi baik dan keamanan tinggi.
Kita hidup di era digital, sehingga penerapan teknologi dalam pengajaran merupakan tren yang tak terelakkan dan potensial. Namun, agar efektif, guru perlu memilih perangkat yang tepat dan mengintegrasikannya dengan terampil ke dalam kegiatan pengajaran. Guru tetap harus memainkan peran utama dan kreatif; senantiasa memperhatikan faktor psikologis, kesehatan, dan keadilan bagi siswa. Teknologi hanya efektif jika digunakan dengan benar, dalam dosis yang tepat, dan sesuai dengan tujuan pendidikan yang komprehensif. - Associate Professor Le Thi Hong Tam
Sumber: https://giaoducthoidai.vn/nu-nha-giao-thoi-40-noi-ve-giao-duc-trong-ky-nguyen-so-post753083.html
Komentar (0)