Para aktivis melepaskan balon yang membawa selebaran anti-Pyongyang dari Korea Selatan ke Korea Utara (Foto: Reuters).
Media pemerintah Korea Utara pada tanggal 9 November mengkritik pencabutan undang-undang oleh pengadilan Korea Selatan yang melarang aktivis mengirim selebaran anti-Pyongyang melintasi perbatasan, dan memperingatkan risiko bentrokan militer serupa dengan yang terjadi di Timur Tengah dan Eropa.
Tindakan Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) tampaknya mencerminkan meningkatnya kekhawatiran Pyongyang bahwa pemerintah Korea Selatan akan menggunakan taktik perang psikologis di perbatasan antara kedua negara, menurut pengamat.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan membatalkan undang-undang tahun 2020 yang melarang kampanye selebaran lintas batas antara Korea Utara dan Korea Selatan, dengan mengatakan undang-undang tersebut tidak konstitusional dan membatasi kebebasan berbicara.
Langkah ini telah membuka jalan bagi para aktivis di Korea Selatan untuk terus mengirimkan selebaran melintasi perbatasan tanpa menghadapi hukuman tiga tahun penjara atau denda 30 juta won ($22.830).
Aktivis Korea Selatan semakin banyak menggunakan berbagai cara untuk menyebarkan selebaran, termasuk menggunakan "balon pintar" yang dapat terbang melintasi perbatasan dan menyebarkan propaganda anti-Korea Utara pada interval yang berbeda di berbagai wilayah, sehingga menyulitkan Korea Utara untuk merespons secara tepat waktu.
KCNA memperingatkan pada 9 November bahwa Korea Utara akan menganggap penyebaran selebaran tersebut sebagai "serangan pendahuluan yang dilakukan sebelum dimulainya permusuhan."
"Dalam situasi saat ini, percikan api dapat menyebabkan ledakan, dan tidak ada jaminan bahwa konflik militer seperti yang terjadi di Eropa dan Timur Tengah tidak akan meletus di Semenanjung Korea," demikian pernyataan KCNA.
KCNA memperingatkan bahwa kampanye selebaran dari Korea Selatan di masa mendatang dapat menghadapi respons yang belum pernah terjadi sebelumnya dari militer Korea Utara. Pyongyang mengatakan pihaknya dapat menembakkan peluru artileri ke lokasi-lokasi penyebaran selebaran.
Sebuah dokumen resmi Korea Utara yang dikeluarkan pada bulan Mei menyebutkan Pyongyang melarang warganya menyentuh selebaran tersebut dan menuduh pihak Korea Selatan mengirimkan benda-benda yang "berisiko menularkan virus Covid-19."
Pada Oktober 2014, Pyongyang menggunakan senapan mesin untuk menembak jatuh balon-balon berisi selebaran dari Korea Selatan, dan Seoul membalas tembakan di seberang perbatasan. Tidak ada yang terluka dalam insiden tersebut, yang terjadi setelah beberapa proyektil Korea Utara melintasi perbatasan.
Pada tahun 2020, Korea Utara meledakkan kantor penghubung antar-Korea di kota perbatasan Kaesong untuk memprotes pengiriman selebaran dari Korea Selatan. Pada tahun yang sama, Korea Selatan mengesahkan undang-undang yang melarang pengiriman selebaran ke Korea Utara setelah Pyongyang mengancam akan membatalkan perjanjian militer antara kedua Korea.
Hubungan antar-Korea menjadi tegang sejak pertemuan puncak AS-Korea Utara kedua pada awal 2019 berakhir tanpa hasil yang diharapkan.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)