Menurut pakar Jayant Menon, ekonomi Vietnam telah pulih dengan kuat setelah 4 tahun pandemi, dengan titik terang di sektor pariwisata, konsumsi, dan ekspor.
Baru-baru ini, situs web Fulcrum milik Yusof Ishak Institute (Singapura) menerbitkan sebuah artikel berjudul: "Kinerja Ekonomi Asia Tenggara pada 2024 dan Prospek untuk 2025: Sebuah Langkah ke Depan di Tengah Meningkatnya Risiko" . Dalam artikel tersebut, pakar Jayant Menon memberikan penilaian positif terhadap pemulihan ekonomi Vietnam khususnya dan Asia Tenggara pada umumnya, setelah 4 tahun terdampak pandemi Covid-19 secara signifikan.
Pakar Jayant Menon menilai Vietnam akan menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia Tenggara pada tahun 2025. Ilustrasi foto: chinhphu.vn |
Pemulihan dan pertumbuhan yang kuat
Mengutip laporan Bank Pembangunan Asia (ADB), Bapak Menon memperkirakan ekonomi Asia Tenggara akan tumbuh 4,5% pada tahun 2024 dan 4,7% pada tahun 2025. Negara-negara seperti Filipina, Vietnam, dan Kamboja diperkirakan akan memimpin kawasan ini dalam hal tingkat pertumbuhan.
Para ahli mengatakan pencapaian ini didorong oleh pemulihan permintaan konsumen di dalam dan luar kawasan, sehingga mendorong sektor konsumsi, investasi, dan ekspor. Ia juga memperkirakan konsumsi di pasar-pasar utama seperti Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Malaysia akan terus tumbuh berkat pemulihan belanja ritel.
Selain itu, harga yang stabil dan pemulihan sektor pariwisata telah berkontribusi pada peningkatan kepercayaan konsumen. Khususnya, Vietnam telah melampaui tingkat kedatangan wisatawan sebelum pandemi, sementara Malaysia, Singapura, dan Thailand diperkirakan akan pulih sepenuhnya berkat kembalinya wisatawan Tiongkok.
Ekspor kawasan ini telah tumbuh pesat berkat tingginya permintaan elektronik dan barang manufaktur dari pasar-pasar utama seperti AS. Meningkatnya permintaan chip Kecerdasan Buatan (AI) telah mendorong industri elektronik dan semikonduktor, memberikan prospek positif bagi negara-negara pengekspor teknologi tinggi, seperti Vietnam, pada tahun 2025.
Meningkatnya permintaan chip AI membawa prospek pertumbuhan ekonomi yang positif bagi Vietnam. Foto ilustrasi: VnEconomy |
Banyak tantangan dan risiko yang harus dihadapi
Meskipun ada tanda-tanda positif, ekonomi Asia Tenggara masih menghadapi risiko besar, termasuk dampak perang di Timur Tengah dan Ukraina, serta meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China.
Vietnam, Thailand, dan Malaysia telah memanfaatkan ketegangan ini untuk menarik investasi langsung asing (FDI) melalui restrukturisasi rantai pasokan di sektor teknologi menengah hingga tinggi. Namun, jika ketegangan politik dan perdagangan terus meningkat, kawasan ini dapat mengalami dampak negatif, termasuk kenaikan biaya konsumen dan perlambatan pertumbuhan.
Selain itu, Bapak Menon memperkirakan bahwa kawasan Asia Tenggara dapat menghadapi risiko bencana alam dan cuaca ekstrem, yang dapat mengurangi PDB regional hingga 30% pada tahun 2050. Negara-negara berkembang diperkirakan akan terdampak lebih parah, akibat kurangnya persiapan dan ketergantungan pada sektor-sektor yang sensitif terhadap iklim seperti pertanian dan perikanan.
Fokus pada sektor ketenagakerjaan, hindari dampak negatif dari konflik internasional
Transformasi teknologi, terutama digitalisasi dan AI, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan menciptakan lapangan kerja berpenghasilan tinggi di Asia Tenggara dalam jangka panjang. Namun, hal ini juga menimbulkan tantangan jangka pendek, terutama bagi pekerja berketerampilan rendah. Bapak Menon merekomendasikan agar negara-negara di Asia Tenggara meningkatkan pelatihan tenaga kerja untuk mengurangi ketimpangan keterampilan dan membatasi biaya restrukturisasi.
Selain itu, perbedaan tingkat penuaan penduduk antarnegara di kawasan ini menciptakan peluang sekaligus tantangan. Negara-negara seperti Kamboja, Laos, dan Myanmar masih memiliki populasi pekerja yang terus meningkat, sementara beberapa negara ASEAN lainnya mengalami penurunan jumlah tenaga kerja. Menurut Bapak Menon, mendorong ekspor tenaga kerja merupakan "solusi" untuk masalah ini, dengan menyeimbangkan jumlah tenaga kerja antarnegara.
Secara khusus, dampak ketegangan geopolitik dan perdagangan kemungkinan akan semakin tak terkendali dan dapat menghambat transisi hijau serta kemajuan teknologi di kawasan ini. Dalam konteks ini, pakar Singapura tersebut merekomendasikan agar pemerintah dan pelaku bisnis di Asia Tenggara mempertahankan kebijakan netral dan menghindari tindakan pembalasan guna membatasi dampak negatif konflik dan ketidakstabilan internasional.
Menurut proyeksi terbaru Dana Moneter Internasional (IMF), Vietnam akan naik ke posisi ketiga di Asia Tenggara dalam hal skala ekonomi pada tahun 2025, dengan PDB lebih dari 571 miliar dolar AS. IMF menegaskan bahwa ekonomi Vietnam akan terus mencatat tanda-tanda pemulihan yang kuat dengan target pertumbuhan PDB dua digit pada tahun 2025. |
[iklan_2]
Sumber: https://congthuong.vn/viet-nam-diem-sang-kinh-te-tai-dong-nam-a-nam-2024-368521.html
Komentar (0)