
Bapak Jonathan Baker, Kepala Kantor Perwakilan UNESCO di Vietnam.
Secara hukum , Vietnam telah menetapkan arah strategis yang jelas untuk AI. Resolusi 57 Politbiro mengidentifikasi AI dan transformasi digital sebagai pendorong utama pertumbuhan nasional. Lebih penting lagi, Undang-Undang Industri Teknologi Digital 2025 memperkenalkan bab hukum khusus pertama tentang AI, dilengkapi dengan undang-undang tentang keamanan siber, perlindungan data, dan komputasi awan, membentuk fondasi yang sangat kokoh. Strategi AI nasional, yang saat ini sedang direvisi, akan mencerminkan elemen-elemen rekomendasi UNESCO tentang etika AI.
Dalam hal pendidikan , Vietnam mengintegrasikan AI ke dalam pendidikan untuk mentransformasi pengajaran, pembelajaran, dan manajemen. Lebih dari 50 universitas telah menerapkan program pelatihan terkait AI, termasuk 18 institusi yang menawarkan jurusan penuh dalam kecerdasan buatan atau ilmu data. Vietnam telah memperkenalkan kerangka kompetensi digital nasional untuk pelajar, yang diadaptasi dari kerangka kompetensi AI global UNESCO, yang mencakup AI yang etis.
Secara ekonomi dan dari segi infrastruktur , kemajuan Vietnam dalam membangun ekonomi digital yang kuat sangat mengesankan, dengan ekonomi digital kini menyumbang 18,3% terhadap PDB. Dari segi infrastruktur teknis, Vietnam berada di peringkat ke-71 secara global dan ke-5 di Asia Tenggara dalam Indeks Pengembangan e-Government PBB. Akses internet menjangkau 78% penduduk dan cakupan jaringan seluler mencapai 99,8%, menempatkan Vietnam dalam kelompok negara dengan Indeks Pengembangan e-Government yang "sangat tinggi".
Meskipun telah mencapai kemajuan yang signifikan, menurut perwakilan UNESCO, Vietnam masih memiliki beberapa kesenjangan penting yang perlu diatasi.
Terkait sumber daya manusia , Vietnam menghadapi kekurangan ahli AI yang sangat terampil, khususnya di bidang pembelajaran mesin dan pengolahan bahasa alami. Akses ke bidang STEM masih terbatas bagi segmen populasi tertentu, termasuk perempuan, kelompok etnis minoritas, dan penyandang disabilitas.
Terkait data , terlepas dari investasi dalam pusat data, masih ada kebutuhan untuk meningkatkan berbagi data dan interoperabilitas antar industri. Lebih lanjut, upaya berkelanjutan diperlukan untuk memperkuat perlindungan data, keamanan siber, dan efisiensi energi yang terkait dengan AI.
Dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan tersebut, Bapak Baker memberikan beberapa rekomendasi untuk Vietnam.
Langkah pertama adalah memperkuat hukum terkait AI untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip etika dengan lebih baik, mendorong keragaman dan kesetaraan, serta memastikan manajemen risiko yang efektif.
"Perlu dibentuk komite etika AI nasional, yang secara khusus bertugas mengawasi etika dan memastikan koordinasi," tegas Baker.
Selain itu, Vietnam perlu meningkatkan kesadaran publik tentang etika AI dan menyediakan lebih banyak pelatihan etika AI bagi pegawai negeri. Negara ini harus terus menarik dan mengembangkan talenta AI yang memiliki kemampuan etika dan teknis.
Bapak Baker juga menyerukan agar Vietnam membangun pusat-pusat keunggulan dan teknologi strategis, sambil terus membangun dan meningkatkan pusat data skala besar, mempromosikan partisipasi masyarakat dalam AI, dan meningkatkan keragaman dalam pengambilan keputusan sosial-ekonomi. Beliau juga menekankan pentingnya membangun ekosistem startup AI yang inovatif dan beretika dengan mempromosikan investasi swasta dan mendukung startup, terutama yang dipimpin oleh perempuan dan kelompok minoritas.
"UNESCO dan seluruh sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa berkomitmen untuk selalu mendukung Vietnam dalam perjalanannya mengembangkan masa depan AI yang etis dan inklusif," tegas Bapak Baker.
Sumber: https://doanhnghiepvn.vn/tin-uc/khuyen-nghi-cua-unesco-danh-cho-viet-nam-trong-phat-trien-ai/20251027114344033






Komentar (0)