Surat wasiat dipahami sebagai pernyataan keinginan seseorang untuk mengalihkan harta miliknya kepada orang lain setelah kematiannya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 609 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Tahun 2015, hak waris diatur sebagai berikut: Seseorang berhak membuat wasiat untuk mewariskan hartanya; mewariskan hartanya kepada ahli waris yang sah; dan mewariskan harta menurut wasiat tersebut atau menurut undang-undang. Oleh karena itu, pembuatan wasiat untuk mewariskan harta setelah kematian sepenuhnya sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Wasiat yang sah adalah wasiat yang dibuat sesuai dengan ketentuan Pasal 630 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Tahun 2015.
Pasal 630. Wasiat hukum
1. Surat wasiat yang sah harus memenuhi syarat-syarat berikut:
a) Pembuat surat wasiat berpikiran sehat dan berpikiran jernih ketika membuat surat wasiat; tidak tertipu, diancam atau dipaksa;
b) Isi surat wasiat tidak melanggar larangan undang-undang dan etika sosial, sedangkan bentuk surat wasiat tidak melanggar ketentuan undang-undang.
2. Surat wasiat dari seseorang yang berusia lima belas tahun sampai dengan delapan belas tahun harus dibuat secara tertulis dan harus mendapat persetujuan dari ayah, ibu atau wali.
3. Surat wasiat dari orang yang cacat fisik atau orang yang buta huruf harus dibuat secara tertulis oleh seorang saksi dan diaktakan atau dilegalisasi.
4. Surat wasiat yang dibuat secara tertulis tanpa pengesahan dari notaris atau pengesahan lain, hanya sah apabila memenuhi semua syarat yang ditentukan pada Ayat 1 Pasal ini.
5. Surat wasiat lisan dianggap sah jika pewaris lisan menyampaikan surat wasiat terakhirnya di hadapan setidaknya dua orang saksi, dan segera setelah pewaris lisan menyampaikan surat wasiat terakhirnya, para saksi mencatat, menandatangani, atau membubuhkan sidik jari pada surat wasiat tersebut. Dalam waktu 5 hari kerja sejak tanggal pewaris lisan menyampaikan surat wasiat terakhirnya, surat wasiat tersebut harus diaktakan atau disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk mengonfirmasi tanda tangan atau sidik jari saksi.
Pasal 631. Isi surat wasiat
1. Surat wasiat memuat hal-hal pokok sebagai berikut:
a) Tanggal, bulan, tahun pembuatan surat wasiat;
b) Nama lengkap dan tempat tinggal pewaris;
c) Nama lengkap orang, instansi atau organisasi yang menerima warisan;
d) Warisan yang ditinggalkan dan dimana warisan itu berada.
2. Di samping isi yang ditentukan dalam Klausul 1 Pasal ini, surat wasiat dapat mempunyai isi lain.
3. Surat wasiat tidak boleh disingkat atau ditulis dengan simbol. Jika surat wasiat terdiri dari beberapa halaman, setiap halaman harus diberi nomor dan dibubuhi tanda tangan atau sidik jari pewaris.
Jika suatu surat wasiat ada yang dihapus atau diperbaiki, pembuat surat wasiat atau saksi dalam surat wasiat harus menandatangani di samping penghapusan atau perbaikan tersebut.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, surat wasiat yang sah adalah surat wasiat yang dibuat pada saat pewaris berakal sehat, dan pembuatan surat wasiat serta pembagian warisan sesuai dengan surat wasiatnya tidak ditipu atau dipaksakan oleh siapa pun. Isi surat wasiat tidak melanggar ketentuan hukum dan etika sosial, serta menjamin kebenaran bentuk surat wasiat.
Bisakah saya membuat surat wasiat untuk mewariskan tanah tetapi tidak menjualnya?
Terkait dengan hal ini, Pasal 1, Pasal 645 KUHPerdata Tahun 2015 menyatakan:
Apabila pewaris meninggalkan sebagian harta warisan untuk keperluan ibadah, maka harta warisan tersebut tidak dibagi-bagi dan diserahkan kepada orang yang ditunjuk dalam surat wasiat untuk mengurus dan melaksanakan ibadah tersebut; apabila orang yang ditunjuk tidak dapat melaksanakan surat wasiat dengan baik atau tidak menaati kesepakatan para ahli waris, maka mereka berhak menyerahkan sebagian harta warisan untuk keperluan ibadah tersebut kepada orang lain untuk mengurus dan melaksanakan ibadah tersebut.
Dalam hal pewaris tidak menunjuk orang yang berwenang mengelola harta warisan, maka ahli warislah yang harus menunjuk orang yang berwenang mengelola harta warisan.
Apabila semua ahli waris menurut surat wasiat itu telah meninggal dunia, maka bagian harta warisan yang dipergunakan untuk ibadah itu menjadi milik orang yang sah mengelola harta warisan di antara mereka yang memenuhi syarat-syarat mewarisi menurut undang-undang.
Namun, jika seluruh harta warisan yang ditinggalkan tidak cukup untuk melunasi kewajiban harta warisannya, sebagian harta warisan tersebut tidak dapat digunakan untuk ibadah (sesuai Pasal 2, Pasal 645 KUH Perdata 2015). Artinya, jika seluruh harta warisan yang ditinggalkan tidak cukup untuk "melunasi utang", rumah dan tanah wajib digunakan untuk melunasi utang tersebut, meskipun wasiat dengan jelas menyatakan bahwa harta warisan tersebut untuk tujuan ibadah.
Pendeknya:
- Bila dalam surat wasiat disebutkan tidak untuk dijual melainkan hanya untuk keperluan ibadah, maka ahli waris tidak berhak menjual, kecuali harta waris tidak cukup untuk melunasi kewajibannya (bila tidak cukup untuk melunasi utang, maka rumah dan tanahnya harus dijual atau dialihkan kepada kreditur).
- Apabila dalam surat wasiat tidak dicantumkan isi “pemanfaatan untuk ibadah”, maka ahli waris tetap mempunyai hak penuh atas tanah yang digarapnya, termasuk hak untuk memindahtangankan.
Minh Hoa (t/h)
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)