Vietnam.vn - Nền tảng quảng bá Việt Nam

Menjangkar rumah

Aku lahir di pedesaan miskin, tempat sungai berkelok bak lengan terentang yang menopang desa. Setiap pagi, suara dayung berdebur pelan, suara orang-orang yang saling memanggil dari seberang sungai bergema bagai ibuku memanggil anaknya dalam mimpiku.

Báo Quảng NamBáo Quảng Nam22/06/2025

vcd-song.jpg
Sungai di kampung halaman. Foto: Vu Cong Dien

Rumah saya terletak di tengah kebun pinang, atap gentengnya yang rendah melengkung ke arah gunung. Dindingnya terbuat dari lumpur bercampur jerami, dan di musim hujan air merembes masuk, dan di musim kemarau dindingnya retak. Namun, di sanalah pertama kalinya saya merasakan hangatnya aroma kekeluargaan, di mana makanannya sederhana namun tetap penuh kasih sayang.

Ibu saya adalah sosok yang lembut dan sabar luar biasa. Setiap pagi ia pergi ke kebun saat hari masih gelap, sibuk menyiram setiap baris sayuran, menyingkirkan setiap daun kubis yang dimakan ulat. Siang harinya ia hanya tidur sebentar, sering kali duduk mengipasi saya untuk belajar, bergumam dan menghitung uang receh yang diperoleh Ibu dari berjualan sayur pagi-pagi. Bagaimana mungkin saya bisa melupakan perjalanan feri menyeberangi sungai setiap hari ketika Ibu bekerja keras berjualan dan membeli barang-barang untuk membiayai pendidikan saya dan saudara-saudara saya.

Waktu kecil dulu, saya tidak punya banyak mainan. Mainan yang saya mainkan setiap hari hanyalah pasir di tepi sungai, layang-layang yang dibuat ayah saya dari kertas semen, dan suling bambu yang tertiup angin kencang.

Aku tak ingat kapan aku mulai merasa sedih. Mungkin suatu sore di musim dingin ketika kawanan bebek yang dipelihara ayahku hanyut oleh banjir, dan ia duduk diam sepanjang waktu tanpa berkata sepatah kata pun. Kemudian, setiap kali aku kembali ke kampung halaman dan berdiri di tepi sungai, mengenang sosok ayahku saat itu, ketika ia duduk di dekat lampu minyak yang redup memotong daun murbei muda untuk pakan ulat sutra di malam hari, hatiku terasa sakit, tak kuasa menahan air mata.

Dalam mimpiku, aku melihat diriku terbang tinggi, menatap desa yang sekecil telapak tanganku, sungai yang berkilauan bagai selendang membentang di ingatanku. Namun, ketika aku terbangun, aku hanyalah seorang anak kecil yang duduk dengan lutut ditekuk, memandang melalui celah pintu, mendengarkan desiran angin yang bersiul di sela-sela pepohonan bambu bagai ancaman.

Semakin tua, semakin aku mengerti bahwa impian terbang takkan menyelamatkanku dari dunia ini. Hanya kenangan, entah menyakitkan atau lembut, yang tersisa untuk mengingatkanku bahwa aku pernah pergi ke sana, hidup, tertawa, dan menangis bersama desaku.

Setiap kehidupan manusia adalah sungai, dan setiap sungai memiliki sumbernya. Saya telah membawa kondisi batin ini selama bertahun-tahun mengembara, terutama yang selalu melekat dalam karya-karya saya selanjutnya bagaikan kutukan: Sumber saya adalah ayah saya, seorang guru sekolah desa, sedikit kata, tetapi penuh makna. Ia adalah ibu saya, seorang perempuan miskin berambut putih ketika saya belum dewasa. Ia adalah suara jangkrik di awal musim panas, aroma air sumur berlumpur setelah hujan, naungan bambu yang bersandar di halaman putih buku catatan sekolah masa kecil saya, Sungai Vu Gia dengan satu sisi terkikis dan satu sisi terendapkan, pegunungan di tiga sisi, hijau di keempat sisinya...

Setiap orang punya cara berbeda untuk "kembali ke akarnya" melalui kenangan dan nostalgia masa kecil yang telah mereka jalani dan bawa sepanjang hidup. Bertahun-tahun kemudian, ketika saya tinggal di kota, melewati gedung-gedung tinggi, melihat bayangan diri saya di permukaan kaca yang asing, saya terkadang masih mendengar deru dayung yang lembut di pagi hari. Baru saat itulah saya menyadari bahwa saya tak pernah meninggalkan tempat ini: "Desa itu pergi bersamaku/ tanpa sepengetahuanku/ Hanya saja di tengah puisi yang kutulis/ bayangan sungai dan pegunungan terus berkelap-kelip/ Dulu aku tinggal di desa/ Kini desa itu hidup dalam diriku"...

Sumber: https://baoquangnam.vn/neo-lai-que-nha-3157185.html


Komentar (0)

No data
No data

Dalam topik yang sama

Dalam kategori yang sama

Di musim 'berburu' rumput alang-alang di Binh Lieu
Di tengah hutan bakau Can Gio
Nelayan Quang Ngai kantongi jutaan dong setiap hari setelah menang jackpot udang
Video penampilan kostum nasional Yen Nhi mendapat jumlah penonton terbanyak di Miss Grand International

Dari penulis yang sama

Warisan

Angka

Bisnis

Hoang Thuy Linh membawakan lagu hitsnya yang telah ditonton ratusan juta kali ke panggung festival dunia

Peristiwa terkini

Sistem Politik

Lokal

Produk