
Ini adalah kegiatan utama dalam rangka ASEAN Vietnam Eco-School Award 2025, yang menarik lebih dari 100 delegasi untuk hadir secara langsung dan lebih dari 1.000 koneksi daring di seluruh negeri.
Lokakarya ini memperkenalkan dan memandu sekolah-sekolah dalam menerapkan Kriteria Sekolah Ramah Lingkungan ASEAN pada kegiatan pengajaran, manajemen, dan ekstrakurikuler. Lokakarya ini juga menjadi kesempatan bagi sekolah-sekolah yang telah memenangkan penghargaan atau menerapkan model tersebut untuk berbagi pengalaman, membantu guru dan manajer memahami dan menerapkan kriteria tersebut secara fleksibel dalam praktik. Lokakarya ini juga menciptakan forum untuk menghubungkan sekolah, lembaga manajemen, dan organisasi sosial dengan tujuan bersama: membangun "Sekolah Bebas Sampah Plastik".
Sejak 2022, model "Sekolah Bebas Plastik", yang didanai Norwegia melalui WWF-Vietnam, telah diterapkan di 180 sekolah, dengan lebih dari 54.000 siswa berpartisipasi. Dari jumlah tersebut, 83 sekolah percontohan telah mengumpulkan hampir 30 ton sampah, termasuk lebih dari 5,5 ton plastik. Hasilnya menunjukkan perubahan yang nyata dalam kesadaran dan perilaku siswa ketika didorong untuk bertindak demi lingkungan.
Menurut Wakil Menteri Pertanian dan Lingkungan Hidup Le Cong Thanh, pendidikan lingkungan bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga fondasi untuk membentuk komunitas yang memiliki kesadaran dan tindakan nyata untuk melindungi planet ini. Ketika mengurangi plastik menjadi pelajaran sehari-hari, siswa tidak hanya belajar cara melindungi lingkungan tetapi juga belajar cara hidup bertanggung jawab dengan dunia di sekitar mereka.
Bapak Nguyen Do Anh Tuan, Direktur Departemen Kerja Sama Internasional, mengatakan bahwa banyak negara di kawasan ini memiliki model yang patut ditiru. Di Thailand, siswa membuat pupuk dari sampah organik. Di Indonesia, mereka menukar sampah dengan buku. Di Malaysia, sekolah-sekolah menanam kebun sayur bersih di halaman sekolah. Dan Singapura menugaskan seorang "Duta Hijau" untuk setiap kelas guna mempromosikan perlindungan lingkungan. Model-model ini menunjukkan bahwa sekolah bukan hanya tempat untuk mengajarkan literasi, tetapi juga tempat untuk membentuk kebiasaan hidup hijau.
Di Vietnam, banyak sekolah telah memelopori pengurangan plastik, daur ulang sampah, dan penciptaan ruang belajar yang dekat dengan alam, di mana kota Hue merupakan titik terang gerakan "Perkotaan pengurangan plastik".
Kriteria ASEAN Eco-Schools dikembangkan dengan empat tujuan: untuk membantu sekolah memahami dan menerapkan kriteria hijau-bersih-berkelanjutan; untuk berbagi model yang efektif; untuk menghubungkan pihak-pihak untuk mengambil tindakan; dan yang terpenting, untuk menumbuhkan kecintaan setiap siswa terhadap lingkungan dan planet sebagai rumah mereka sendiri.
Melindungi lingkungan dimulai dari hal-hal kecil. Sesederhana tidak membuang sampah sembarangan di halaman sekolah, menggunakan botol air minum pribadi alih-alih botol plastik sekali pakai, dan menanam pohon di ruang kelas. Ketika tindakan ini menjadi kebiasaan, akan membentuk gaya hidup ekologis yang menyebar dari sekolah ke masyarakat, sesuai pesan: "Tindakan kecil setiap hari akan berkontribusi menciptakan masa depan yang hijau bagi negara ini, tempat Anda, para pemilik masa depan, tumbuh di planet yang layak huni," ujar Bapak Tuan.
Sumber: https://nhandan.vn/truong-hoc-sinh-thai-asean-uom-mam-thoi-quen-xanh-cho-the-he-tuong-lai-post916876.html
Komentar (0)