Situasi itu menunjukkan bahwa, pada saat itu, siswa mungkin agak kehilangan kepercayaan pada pendidikan , bukan karena pengetahuan yang salah tetapi karena perbedaan antara apa yang mereka dengar dan apa yang mereka lihat.
"Pendidikan melalui keteladanan" telah lama dianggap sebagai prinsip etika dasar. Dengan guru yang menunjukkan perilaku teladan, siswa akan memiliki panutan khusus untuk ditiru. Perilaku normatif adalah perilaku yang konsisten dengan peraturan, hukum, atau etika sosial, seperti berkendara di jalur yang benar, tidak membuang sampah sembarangan, bersikap sopan kepada orang tua... Namun, perilaku normatif tidak selalu mencerminkan proses transformasi internal. Internalisasi norma adalah proses di mana norma sosial menjadi bagian dari sistem nilai internal individu ketika mereka meyakini bahwa perilaku tersebut benar, perlu, dan dilakukan secara sukarela tanpa diawasi atau diancam.
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dak Lak memberikan karangan bunga sebagai ungkapan terima kasih kepada para dosen pada Hari Guru Vietnam, 20 November. Foto: Thanh Huong |
Pada kenyataannya, bisa saja terdapat kesenjangan antara perilaku lahiriah dan keyakinan batiniah. Seseorang mungkin berperilaku "baik" karena tekanan sosial, takut dihukum, ingin dipuji, atau sekadar meniru, alih-alih karena ia sungguh-sungguh meyakini makna perilaku tersebut. Misalnya, seorang siswa mungkin tidak menyontek saat ujian karena takut diskors, bukan karena ia menghormati kejujuran akademik. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku yang benar belum tentu mencerminkan nilai-nilai batiniah yang kuat.
Tantangan dalam pendidikan, oleh karena itu, bukan hanya "memaksa" orang untuk berperilaku benar, tetapi juga membantu mereka memahami, meyakini, dan secara sukarela berperilaku benar. Inilah sebabnya banyak sistem pendidikan progresif menekankan peran pendidikan liberal, sebuah pendidikan moral reflektif, di mana orang-orang diajak untuk berdialog, mempertanyakan, dan bersama-sama menciptakan sistem nilai, alih-alih sekadar mengulang standar yang dipaksakan dari luar. Saat itulah "pendidikan melalui teladan" menjadi konsep yang lebih mendalam daripada "pendidikan melalui teladan".
Perilaku bukan sekadar menunjukkan perilaku yang baik, melainkan merupakan kehadiran mendalam seorang guru, termasuk kehidupan batin dan kepribadiannya. Bagi siswa, cara guru menghadapi dan menangani tekanan, rasa sakit hati, dan menunjukkan pengertian kepada orang lain dapat menjadi pesan pendidikan tersirat yang "bertahan" lama dalam kepribadian siswa.
Pendidikan intrinsik adalah cara guru menciptakan kembali struktur sosial dalam hubungan guru-murid, bukan dengan pemaksaan melainkan dengan transformasi. Di dalamnya, siswa tidak dibimbing oleh penghargaan atau hukuman, melainkan dibangkitkan oleh motivasi internal, yaitu kebutuhan individu untuk hidup sejahtera, belajar memahami hidup, dan menjadi versi diri yang lebih baik. Berbeda dengan pendidikan teladan—yang seringkali "ditunjukkan" secara eksternal, pendidikan intrinsik adalah proses menjalani hidup dengan sungguh-sungguh, yang membutuhkan kesatuan antara nilai-nilai batin dan perilaku sosial. Ini adalah bentuk khusus modal sosial (kepercayaan) yang dikumpulkan guru setiap hari, bukan melalui otoritas, melainkan melalui kehadiran manusiawi, yang penuh kekurangan namun baik dan dapat dipercaya.
Dalam konteks masyarakat modern, siswa memiliki banyak saluran untuk mengakses pengetahuan tetapi tidak memiliki tempat untuk belajar bagaimana hidup, sehingga guru bukan lagi orang yang "berkomunikasi", melainkan orang yang menginspirasi kehidupan yang bermakna. Itulah jalan dari "pendidikan melalui teladan" menuju "pendidikan melalui teladan".
Sumber: https://baodaklak.vn/giao-duc/202507/tu-giao-duc-lam-guong-toi-than-giao-6e215ac/
Komentar (0)