Menurut "Laporan Prospek Perjalanan 2026" yang diterbitkan oleh Agoda, 61% wisatawan Asia mengatakan mereka bersedia memilih destinasi baru jika pengecualian visa diberikan, menunjukkan bahwa hambatan administratif masih menjadi faktor yang secara langsung memengaruhi keputusan wisatawan untuk "pergi atau tidak pergi".
Dari pasar yang paling sensitif terhadap visa, India memimpin dengan 91%, diikuti Filipina dengan 89%, dan Indonesia dengan 80%. Responden menyatakan mereka akan bepergian lebih jauh jika destinasi wisata menghapus hambatan visa. Tren ini jelas mencerminkan psikologi generasi pelancong modern, yang mengutamakan kenyamanan, fleksibilitas, dan mengurangi "kertas dokumen" agar perjalanan menjadi lebih mudah diakses.

Pembebasan visa adalah “tiket pembuka” bagi industri pariwisata
FOTO: LE NAM
Dengan karakteristik perjalanan yang semakin singkat, dengan frekuensi hingga 35% orang Asia yang berencana bepergian 4-6 kali per tahun, banyak orang memilih perjalanan mikro 1-3 hari, sehingga menunggu visa tradisional menjadi kendala besar. Seiring dengan semakin singkatnya waktu persiapan perjalanan, wisatawan cenderung memprioritaskan tempat-tempat di mana mereka dapat "membawa paspor dan pergi".
Oleh karena itu, pelonggaran visa dipandang sebagai cara tercepat untuk mengubah "niat bepergian" menjadi "perilaku perjalanan yang sebenarnya". Laporan Agoda menunjukkan bahwa Malaysia dan Thailand saja, yang menghapus persyaratan visa bagi pengunjung India, menyebabkan peningkatan pencarian kamar hingga dua digit hampir seketika.
Di Asia Tenggara, Vietnam dianggap sebagai salah satu destinasi yang secara langsung dan paling diuntungkan oleh kebijakan visa terbuka. Selama periode 2024-2025, Vietnam telah memperluas daftar negara bebas visa, memperpanjang masa tinggal menjadi 45 hari, dan menerapkan e-visa multi-entri 90 hari bagi warga negara di sebagian besar negara.
Berkat penyesuaian ini, menurut data yang dihimpun dalam laporan tersebut, Vietnam mencapai tingkat pertumbuhan wisatawan internasional tercepat di dunia dalam 6 bulan pertama tahun 2025, naik 21%, menurut Organisasi Pariwisata Dunia (UN Tourism). Hingga akhir kuartal ketiga tahun 2025, Vietnam telah menyambut 15,4 juta wisatawan internasional, naik 22% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Selain kebijakan visa, industri penerbangan juga memainkan peran kunci. Pada tahun 2025, Vietnam Airlines dan maskapai internasional lainnya meluncurkan dan memulihkan lebih dari 15 rute internasional baru, terutama untuk memperkuat koneksi dengan pasar India.

Kombinasi penerbangan langsung, peningkatan frekuensi penerbangan, dan prosedur masuk yang disederhanakan telah menjadikan Vietnam alternatif yang menarik bagi banyak pasar dengan pembatasan visa.
FOTO: NHAT THINH
Thailand, Malaysia, Filipina, dan Sri Lanka telah meluncurkan paket bebas visa atau e-visa yang ekstensif untuk bersaing menarik wisatawan regional, terutama dari India dan Timur Tengah, yang semuanya merupakan pasar yang berkembang pesat. Kebijakan visa semakin dipandang sebagai "alat pemasaran destinasi" yang membantu negara-negara meningkatkan visibilitas mereka di peta pilihan wisatawan.
Faktanya, dalam konteks pemulihan pariwisata regional yang pesat, perbedaan antar destinasi tidak hanya terletak pada lanskap atau produk layanan, tetapi juga pada tingkat "kemudahan perjalanan". Destinasi yang menyederhanakan prosedur masuk seringkali memiliki keunggulan kompetitif yang jelas, terutama bagi wisatawan muda yang gemar bepergian spontan, mencari tiket murah, menonton konser, festival, atau menggabungkan perjalanan bisnis dengan liburan.
Sumber: https://thanhnien.vn/xu-huong-du-lich-toi-cac-nuoc-mien-visa-tang-manh-185251203115814142.htm






Komentar (0)