Pada tanggal 24 Oktober, Universitas Perbankan Kota Ho Chi Minh menyelenggarakan seminar bertajuk "Transformasi Digital dalam Penerimaan Mahasiswa dan Komunikasi di Universitas," dengan partisipasi banyak pakar penerimaan mahasiswa dan bimbingan karier, serta perwakilan dari berbagai universitas.
Konteks baru, pendekatan baru
Profesor Madya Dr. Nguyen Van Thuy, Kepala Departemen Penerimaan Mahasiswa dan Komunikasi, Universitas Perbankan Kota Ho Chi Minh, menekankan bahwa tahun 2025 merupakan "tahun yang penting" bagi penerimaan mahasiswa di universitas.
Konteks baru ini, dengan perubahan dalam peraturan penerimaan, tidak hanya berdampak pada proses penerimaan tetapi juga mengubah cara sekolah mendekati dan berinteraksi dengan para pelamar.
"Kegiatan komunikasi rekrutmen tidak lagi sekadar penyediaan informasi, tetapi telah menjadi strategi komprehensif yang membutuhkan fleksibilitas, pemahaman, dan penerapan teknologi terobosan," ujar Bapak Thuy.

Menurut survei yang dilakukan oleh sekolah terhadap lebih dari 1.500 siswa, mesin pencari (terutama Google), media sosial, dan situs web sekolah adalah tiga saluran informasi terpenting bagi siswa dan orang tua saat mencari informasi penerimaan.
Hasil penelitian juga mengungkapkan perbedaan signifikan dalam perilaku pencarian informasi antar kelompok siswa, yang memaksa sekolah untuk melakukan segmentasi dan personalisasi strategi komunikasi mereka.
Siswa dengan prestasi akademik yang baik atau sangat baik sering kali tertarik pada metode penerimaan baru seperti tes bakat atau penerimaan langsung, sementara siswa rata-rata memprioritaskan penerimaan berdasarkan transkrip akademik mereka.
Menurut Bapak Thuy, hal ini menunjukkan bahwa mustahil untuk menggunakan pesan yang sama untuk semua audiens. Misalnya, kampanye komunikasi untuk siswa berprestasi perlu berfokus pada program bakat, beasiswa, dan peluang penelitian; sementara untuk kelompok siswa rata-rata, kampanye harus menekankan stabilitas program pelatihan dan peluang kerja nyata.
Bersamaan dengan itu, tren "memilih belajar karena hasrat" alih-alih "mengejar nilai" menjadi semakin nyata, yang mengharuskan sekolah mengubah pola pikir dan pesan komunikasinya agar lebih relevan dan praktis.

'Penyalahgunaan AI bisa menjadi bumerang.'
Para ahli juga meyakini bahwa tahun 2025 akan menyaksikan ledakan teknologi dalam komunikasi rekrutmen. Platform video pendek seperti TikTok, Instagram Reels, atau YouTube Shorts mendominasi ruang media, sejalan dengan kebiasaan konsumsi konten Gen Z yang cepat dan dinamis.
Menurut Associate Professor Dr. Nguyen Van Thuy, sekolah perlu "tahu cara bercerita" hanya dalam beberapa detik, ringkas, kreatif, dan mengesankan, alih-alih sekadar mengunggah informasi yang membosankan.
Selain konten, kecerdasan buatan (AI) dan chatbot telah menjadi alat yang sangat diperlukan dalam mempersonalisasi pengalaman pengguna.
AI membantu menganalisis data perilaku pelamar, memprediksi tren pendaftaran, dan mengidentifikasi kelompok pelamar potensial. Chatbot AI menyediakan dukungan dan saran 24/7 mengenai program studi, biaya kuliah, dan persyaratan penerimaan, sehingga mengurangi beban kerja tim konselor.
Namun, Tn. Thuy juga memperingatkan tentang "kelelahan konten" yang disebabkan oleh perangkat AI yang menghasilkan banyak konten yang tidak kreatif dan tidak berjiwa.
"Sekolah perlu memandang AI sebagai asisten yang handal, bukan pengganti. Nilai inti komunikasi tetaplah autentisitas dan emosi manusia," tegasnya.

Dr. Le Thi Thanh Mai, mantan Kepala Departemen Urusan Kemahasiswaan, Universitas Nasional Kota Ho Chi Minh, mengatakan bahwa mahasiswa yang menggunakan AI untuk mencari informasi memang populer, tetapi tidak selalu akurat.
Menurutnya, komunikasi rekrutmen mahasiswa yang efektif harus didasarkan pada tiga pilar: tim konselor penerimaan dan pakar karier; penerapan teknologi digital dan kecerdasan buatan; dan strategi komunikasi yang menjangkau audiens target yang tepat.
Ibu Mai juga menyoroti sebuah kenyataan yang mengkhawatirkan: tenaga konseling penerimaan mahasiswa saat ini kurang memiliki pelatihan khusus, sehingga terkadang informasi yang disampaikan tidak akurat atau menyesatkan.
Oleh karena itu, perlu untuk meningkatkan keterampilan digital dan pengetahuan AI bagi guru kelas, konselor, dan petugas bimbingan karir di sekolah menengah.
Mengubah risiko menjadi peluang dari krisis media.
Dari perspektif peneliti media, Ibu Nguyen Thi Bich Ngoc, Kepala Departemen Komunikasi, Universitas Internasional (Universitas Nasional Vietnam Kota Ho Chi Minh), menyampaikan topik tentang mengidentifikasi dan menangani krisis media dalam perekrutan mahasiswa.
Perkembangan pesat lingkungan media digital berarti sekolah harus menghadapi lebih banyak risiko. Terutama, di masa-masa sensitif seperti pengumuman rencana penerimaan, penyesuaian target penerimaan, perubahan metode penerimaan, pengumuman standar penerimaan... semua ini dapat menyebabkan krisis media.

Menurut Ibu Ngoc, masalahnya bukan tentang menghindari krisis, melainkan tentang mengelola dan menanganinya secara proaktif dan efektif. Jika ditanggapi dengan tepat, krisis dapat menjadi peluang untuk menegaskan nilai merek sekolah.
Ibu Ngoc menekankan tiga faktor kunci dalam manajemen krisis: kecepatan respons, transparansi, dan berpusat pada peserta didik.
"Jika dilakukan dengan benar, setiap insiden dapat menjadi dorongan positif, membantu sekolah menjadi lebih profesional, percaya diri, dan stabil dalam pekerjaan penerimaan siswa," ungkap Ibu Ngoc.
Sumber: https://giaoducthoidai.vn/chatbot-ai-tiktok-and-large-data-takes-the-spot-in-the-2025-admission-season-post753918.html










Komentar (0)