Kita menyaksikan ledakan pesat dalam pengembangan AI. Dalam dua tahun terakhir saja, model-model kecerdasan buatan seperti ChatGPT, Deepseek, Grok, Gemini, Claude, Sora, dan robot Humanoid dari Tesla dan Baidu telah berkembang begitu pesat hingga melampaui semua imajinasi dan prediksi.
Setiap hari, Google dan jejaring sosial menerima lebih dari 10 miliar pertanyaan. Dan jumlah ini terus meningkat secara eksponensial. Kita tidak lagi hidup di dunia pengetahuan terstruktur, tetapi memasuki jagat raya luas penuh hal-hal tak dikenal yang tak mampu diimbangi oleh pembelajaran jangka panjang kita...
Dengan pencapaian luar biasa AI di segala bidang, terutama dalam pembelajaran terkini, muncul pertanyaan besar: Apakah AI menggantikan manusia? Apakah kecerdasan dan emosi masih merupakan hal yang hanya dimiliki manusia? Bagaimana cara mempelajari dan melatih sumber daya manusia untuk mengembangkan masa depan dengan AI?
Pencapaian AI yang luar biasa
AI telah terbukti bermanfaat bagi diagnosis medis. Misalnya, sistem AI dapat mengidentifikasi kanker dengan akurasi yang sama dengan ahli radiologi, sekaligus mengurangi jumlah kesalahan diagnosis. AI juga dapat membantu dokter mendeteksi penyakit sejak dini dan mengembangkan perawatan yang dipersonalisasi.

AI yang berbakat dan "hati" akan mampu bekerja di bidang pendidikan , kedokteran, sains, dan seni.
FOTO: HOANG KIEM
Studi lain menemukan bahwa chatbot AI mencapai akurasi rata-rata hingga 90% dalam menganalisis catatan medis, sementara sekelompok dokter yang menggunakan chatbot hanya mencapai 76%, dan sekelompok dokter yang mendiagnosis diri sendiri memiliki hasil yang lebih rendah.
AI menjadi bagian integral dari pendidikan modern. AI menciptakan cara-cara baru dalam mengajar dan belajar, mempersonalisasi pengalaman setiap siswa. AI juga membantu guru mengurangi beban kerja mereka dengan mengotomatiskan tugas-tugas administratif yang berulang.
Di Tiongkok, sejak OpenAI meluncurkan ChatGPT pada tahun 2022, kursus AI daring telah berkembang pesat, menarik perhatian banyak pelajar. Banyak platform pendidikan telah menggunakan AI untuk menyediakan dan melatih pengetahuan khusus, membantu pelajar mengakses pengetahuan baru dengan mudah dan efektif. Hal ini membantu mengurangi kebutuhan akan bimbingan belajar yang mahal dan memfasilitasi pembelajaran yang lebih fleksibel.
AI telah sangat membantu dalam penulisan makalah ilmiah . Alat seperti Smodin membantu menghasilkan makalah penelitian dari makalah akademis dengan sumber APA dalam hitungan menit. Hal ini menghemat waktu dan tenaga para peneliti.
Tiga makalah yang dihasilkan oleh The AI Scientist-v2 diserahkan ke lokakarya di ICLR (International Conference on Learning Representations, salah satu konferensi AI terkemuka yang mempertemukan para ilmuwan AI dan pembelajaran mendalam terkemuka) melalui proses tinjauan sejawat double-blind. Para peninjau diberi tahu bahwa beberapa makalah kemungkinan besar dihasilkan oleh AI, tetapi tidak disebutkan secara spesifik makalah mana yang dihasilkan. Salah satunya melewati ambang batas penerimaan rata-rata manusia dan diterima, menandai pertama kalinya makalah yang sepenuhnya dihasilkan oleh AI diterima melalui proses tinjauan sejawat yang ketat.
AI juga telah menunjukkan kreativitasnya di bidang seni. Karya "The Land of Machine Memories" yang diciptakan AI dalam 3 jam berhasil mengalahkan hampir 200 pesaing dan memenangkan hadiah kedua dalam kompetisi novel fiksi ilmiah 2023 di Jiangsu, Tiongkok. Hal ini menunjukkan kemampuan AI untuk menciptakan karya sastra berkualitas tinggi yang kompetitif di berbagai kompetisi bergengsi.
Di Colorado State Art Fair tahun 2022, sebuah karya seni yang dihasilkan oleh AI memenangkan hadiah pertama dalam kategori seni digital. Lukisan "Théâtre D'opéra Spatial" (Opera di Luar Angkasa) Midjourney karya AI ini mengalahkan banyak karya lain dan sangat diapresiasi oleh juri, sehingga menimbulkan banyak kontroversi di komunitas seni tentang batasan antara seni yang dihasilkan oleh manusia dan AI.
AI mengungguli manusia yang tidak bertanggung jawab dan emosional
Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa AI sedang berkembang pesat dan mampu mengambil banyak peran di berbagai bidang. Namun, hal ini juga menimbulkan pertanyaan, apakah manusia perlu meningkatkan kualitas dan tanggung jawab pekerjaan mereka agar tidak tergantikan oleh teknologi.
Saat ini, AI tidak hanya lulus tes kecerdasan (IQ), menulis puisi, melukis, mengajar, mendiagnosis penyakit… tetapi juga belajar berempati, mendengarkan, dan melayani umat manusia.

AI belajar untuk "berempati," menghibur, berbagi, dan berdebat.
FOTO: AI
AI sedang belajar untuk "berempati." Model seperti Pi, Replika, dan GPT-4o tidak hanya merespons dengan cerdas, tetapi juga mampu menghibur, berbagi, dan berargumen layaknya orang kepercayaan. AI tidak memiliki hati biologis, tetapi secara bertahap memperoleh kemampuan untuk memahami dan merespons emosi manusia.
AI tentu saja tidak memiliki hati dalam arti biologis. Namun, "hati", dalam arti spiritual, moral, dan kebajikan, adalah sesuatu yang dapat dipupuk manusia dalam proses pelatihan AI. Sebagaimana manusia dapat menanamkan moralitas, kasih sayang, dan keindahan satu sama lain, AI juga dapat menumbuhkan nilai-nilai terbaik kemanusiaan.
AI tidak dapat memiliki hati seperti manusia, tetapi ia dapat belajar melayani hati yang penuh kasih dan baik hati, dan dapat belajar dari jutaan detak kasih sayang untuk menjadi bagian dari misi kebenaran, kebaikan, dan keindahan di era baru.
Meskipun AI tidak dapat menciptakan sesuatu untuk Anda, tidak dapat menyakiti Anda. Ia tidak dapat meragukan, tidak dapat menginginkan, tidak dapat menghancurkan atau menyembuhkan seperti manusia, AI menjadi semakin sempurna dan dapat melakukan lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki tanggung jawab dan emosi. AI tidak hanya dapat membantu tetapi juga menggantikan manusia dalam banyak pekerjaan, terutama ketika manusia tidak melakukan pekerjaan tersebut dengan dedikasi dan efisiensi.
Belajar menjadi pemimpin teknologi
Dalam dunia di mana robot dapat menggambar, menulis musik, menggubah puisi... maka pendidikan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) adalah cara untuk membantu orang tidak menjadi bayangan diri mereka sendiri, tetapi menjadi pemimpin teknologi.
Belajar bukan hanya untuk karier, tetapi untuk memahami diri sendiri – memahami orang lain – memahami alam semesta. Belajar untuk hidup bermakna di dunia di mana AI dapat menjadi lebih kuat, lebih cepat, lebih kreatif, dan memiliki "hati" serta "emosi" untuk dibagikan dengan manusia.
Kami tidak hanya mengajarkan siswa cara menggunakan komputer, tetapi juga melatih mereka dalam pemikiran komputasional, pemikiran sistemik, dan pemikiran kreatif; tidak hanya mengajarkan pemrograman, tetapi juga mengajarkan keterampilan untuk berkolaborasi dengan AI, menguji AI, dan berkreasi dengan AI.
AI tidak akan menggantikan orang baik, tetapi akan membantu orang baik melangkah lebih jauh – dan menggantikan mereka yang tidak beradaptasi.
Dalam pendidikan umum, siswa sekolah dasar dapat mengakses AI melalui permainan pemrograman Scratch, melalui aplikasi ChatGPT sebagai "asisten pengajar" yang dapat menceritakan dongeng bergaya anime atau berdebat layaknya seorang filsuf.
Di universitas, setiap bidang studi, mulai dari kedokteran, hukum, ekonomi, hingga seni, membutuhkan fondasi TIK untuk memanfaatkan AI secara bertanggung jawab dan kreatif. Dari pembelajar teknologi hingga pencipta teknologi, menuju otonomi teknologi.
Kita perlu melatih orang-orang yang memprogram ekosistem AI, bukan hanya menggunakan AI sebagai alat; orang-orang yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan besar bagi kemanusiaan, bukan hanya menulis kode dengan sintaksis yang benar; "insinyur etis" yang tahu bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai kemanusiaan ke dalam algoritma, yang tahu bagaimana merancang AI yang tidak hanya kuat tetapi juga benar, indah, dan dapat dipercaya.
Di era di mana setiap tahun adalah revolusi teknologi, kelulusan bukan lagi akhir dari pembelajaran, tetapi awal dari perjalanan pembelajaran seumur hidup.
Semakin canggih AI, semakin kita membutuhkan pendidikan TIK yang berfokus pada kecerdasan emosional, etika digital, serta kolaborasi lintas disiplin dan lintas budaya. TIK bukan sekadar alat teknis, melainkan ekosistem yang memupuk kreativitas, karakter, dan cita-cita generasi mendatang.
Source: https://thanhnien.vn/khi-ai-khong-co-trai-tim-nhung-dang-dan-biet-thau-cam-se-chia-185250420165309562.htm










Komentar (0)