Hidangan kontroversial
Hidangan penutup unik yang pernah dipuji sebagai "pengalaman rasa yang luar biasa" dan "luar biasa lezatnya" telah membuat sebuah restoran berbintang dua Michelin di distrik Gangnam, Seoul, diselidiki secara hukum karena melanggar Undang-Undang Sanitasi Makanan Korea Selatan.
Sementara dunia kuliner terus mencari inovasi, garis antara kreativitas dan legalitas tetaplah sulit, terutama di negara-negara dengan sistem manajemen makanan yang ketat seperti Korea Selatan.
Terkenal di kalangan pecinta kuliner karena perpaduan antara masakan tradisional Korea dengan sentuhan pribadi yang berani, restoran kelas atas di Gangnam ini telah memperkenalkan sorbet berlapis semut sebagai hidangan khas yang ikonik.
Semut-semut kecil, yang diimpor dari AS dan Thailand, melapisi lapisan gula, tidak hanya menambah penampilan eksotis hidangan penutup tersebut tetapi juga memberikan sedikit rasa asam yang digambarkan sebagai "halus dan khas".
Banyak pengunjung, termasuk banyak blogger makanan dan pakar kuliner, memuji hidangan yang dipenuhi semut di restoran ini.
Ada yang menyebutnya sebagai "pengalaman rasa yang belum pernah ada sebelumnya", sementara yang lain membandingkan sensasi menyantap hidangan ini dengan "menjejakkan kaki di dunia kuliner yang benar-benar baru".
Hidangan ini dengan cepat menjadi topik hangat di media sosial, membantu memperkuat posisi restoran sebagai simbol inovasi yang berkelanjutan.
Namun, seiring dengan popularitasnya, sorbet semut juga telah menarik perhatian pihak berwenang.
Ketika kreativitas melampaui batas hukum
Kementerian Keamanan Makanan dan Obat Korea baru-baru ini mengonfirmasi: Restoran ini dan perusahaan induknya telah melimpahkan kasusnya ke penuntutan karena melanggar Undang-Undang Sanitasi Makanan.
Berdasarkan peraturan saat ini, hanya 10 spesies serangga yang diakui sebagai makanan di Korea, termasuk belalang, kepompong ulat sutra, ulat hongkong, dll.
Semut tidak ada dalam daftar ini. Penggunaan semut dalam makanan, baik untuk penyedap rasa maupun untuk memberi kesan tertentu, dianggap ilegal.
Investigasi menemukan bahwa dari April 2021 hingga Januari 2025, restoran tersebut menyajikan sekitar 12.000 porsi sorbet dengan tiga hingga lima semut per piring, menghasilkan pendapatan sekitar 120 juta won (setara dengan hampir $90.000).
Pemilik restoran mengatakan mereka tidak menyadari bahwa penggunaan semut adalah tindakan ilegal dan menjelaskan bahwa itu hanyalah “hidangan canggih yang dibuat untuk merayakan rasa asam alami dan perpaduan rasa.”
Khususnya, hidangan ini juga diperkenalkan secara publik di sebuah acara TV terkenal, dengan gambar-gambar rinci dari setiap tahap persiapan, menunjukkan transparansi, tetapi juga berarti bahwa sifat sistematis dari perilaku tersebut tidak dapat disangkal.
Ketegangan antara inovasi dan kerangka kerja
Peristiwa ini telah memicu perdebatan sengit di komunitas kuliner Korea dan internasional: Apakah peraturan saat ini menghambat kreativitas dalam industri makanan yang selalu mendorong inovasi?
Banyak ahli percaya bahwa dalam konteks dunia yang bergerak menuju makanan berkelanjutan dan ramah lingkungan, di mana serangga yang dapat dimakan menjadi tren, daftar 10 spesies serangga yang diizinkan terlalu terbatas.
"Ini bukan sekadar kisah tentang sebuah restoran. Ini mencerminkan hubungan yang sensitif antara kreativitas artistik di dapur dan koridor hukum," komentar seorang pakar kuliner internasional.
“Jika hukum tidak membuka jalan bagi inovasi, kita mungkin kehilangan kesempatan untuk menciptakan terobosan besar dalam cara kita makan, cara kita merasa, dan bahkan cara kita mengembangkan ekonomi kuliner,” ujarnya.
Sementara itu, jaksa Korea mengatakan pihaknya sedang meninjau secara cermat seluruh berkas kasus dan akan membuat keputusan setelah mengklarifikasi semua rincian yang relevan.
Kejadian ini telah memaksa dunia kuliner, terutama restoran kelas atas, untuk memikirkan kembali cara mereka berinovasi.
Menciptakan hidangan yang berkesan adalah bagian penting dari proses kreatif, tetapi seberapa jauh seseorang dapat melangkah dalam ekosistem hukum yang belum mengikuti inovasi?
Apa pun hasil hukumnya, kasus sorbet yang dipenuhi semut ini telah menjadi preseden yang menyadarkan, karena garis antara asam lembut sebuah hidangan penutup dan pahitnya sengketa hukum menjadi semakin tipis.
Sumber: https://baovanhoa.vn/du-lich/mon-kien-tinh-te-trong-am-thuc-cao-cap-doi-moi-hay-vi-pham-151419.html
Komentar (0)