Saat fajar, gang 330/2 Jalan Phan Dinh Phung ramai dengan orang dan kendaraan. Salah satu tempat tersibuk di sini adalah kedai kopi saring milik Bapak Manh (51 tahun, HCMC). Bapak Manh adalah generasi ketiga dalam keluarganya yang meneruskan profesi tradisional berjualan kopi saring. Hingga kini, kedai ini telah berdiri selama lebih dari 70 tahun.
"Saya anak tertua di keluarga. Ketika orang tua saya sudah tua dan lemah, saya dan adik laki-laki saya bergantian mengelola dan mengembangkan kedai kopi filter keluarga. Saya berjualan di pagi dan sore hari. Adik laki-laki saya berjualan hingga larut malam," ungkap Pak Manh.
Melangkah masuk ke dalam restoran, pengunjung akan merasa seperti kembali ke masa lampau. Ruangan itu dihiasi foto-foto keluarga karya Tuan Manh dan berisi artikel-artikel koran lama tentang restoran tersebut.
Area seduh Pak Manh dan istrinya hanyalah sebuah meja kecil sederhana. Di atas meja tersebut diletakkan bahan-bahan dan peralatan untuk membuat kopi saring seperti: bubuk kopi, baki air, beberapa kain penyaring, susu segar, beberapa sendok, cangkir, dan es serut.
"Tempat ini sudah menjadi tempat usaha sejak nenek saya, orang tua saya, dan sekarang saya. Tempatnya kecil, banyak foto-foto lama keluarga saya terpajang di sana, dan hampir tidak ada tempat duduk bagi pelanggan. Baru kemudian, setelah saya punya cukup uang, saya membangun rumah baru, baik untuk ditinggali maupun untuk tempat duduk pelanggan, yang lebih luas dan lapang," ujar Bapak Manh.
Pelanggan datang ke konter untuk memesan minuman. Pak Manh segera mencelupkan raket ke dalam air mendidih untuk membersihkannya, lalu meletakkannya di atas cangkir aluminium, menambahkan bubuk kopi secukupnya. Selanjutnya, ia dengan terampil menuangkan air panas ke sekeliling raket agar semua bubuk kopi terendam merata dalam air mendidih.
Begitu saja, tunggu hingga bubuk kopi perlahan mengendap di dalam cangkir, sementara residunya masih menempel di saringan. Dalam 3 hingga 5 menit, Pak Manh segera mengangkat saringan tinggi-tinggi dan membiarkan bubuk kopi yang tersisa di saringan mengalir ke dalam cangkir, "dengan terampil" tanpa tumpah setetes pun.
Kemudian ia menambahkan gula, susu kental manis atau susu segar, dan sedikit es serut, atau bisa juga membiarkannya panas, tergantung selera pelanggan. Begitulah cara menciptakan secangkir kopi yang kuat dan harum, gaya kopi saring khas masyarakat Saigon kuno.
"Keluarga saya membawa biji kopi dari Buon Ma Thuot. Setelah membawanya kembali, kami merendamnya dalam tong besar berisi mentega, anggur, dan garam, lalu menyangrainya hingga harum dan menggilingnya," kata Bapak Manh.
"Saya menggunakan saringan jaring yang terbuat dari kain 8-gauge, yang tidak terlalu tebal tetapi juga tidak terlalu tipis. Secara umum, bagi saya, saringan ini cocok untuk menyaring kopi. Karena jika kainnya terlalu tebal, akan sulit menyaring semua rasa asli kopi, tetapi jika terlalu tipis, kopinya tidak akan enak, dan ampasnya akan mudah menggumpal," ujar Bapak Manh berbagi pengalamannya. Saringan jaring akan diganti secara berkala setelah 5-7 putaran kopi diseduh. Saringan jaring sebaiknya tidak dicuci dengan sabun biasa, melainkan dengan deterjen seperti sabun cuci piring, dengan daya bersih yang tidak terlalu kuat.
"Kalau dicuci pakai sabun, aroma kopinya akan hilang saat diseduh. Setelah dicuci, harus dibilas beberapa kali dengan air panas sebelum dikeringkan dan dipakai lagi," ujar Pak Manh.
Menurut Bapak Manh, air yang digunakan untuk membuat kopi harus memiliki titik didih yang tepat, tidak terlalu mendidih atau terlalu dingin.
"Saya menyeduh kopi segera setelah air mendidih. Jika air terlalu mendidih, kopi akan kehilangan rasa aslinya, tetapi jika airnya kurang mendidih, kopi tidak akan cukup matang untuk memberikan rasa yang kuat. Saya telah menyeduhnya seperti ini selama beberapa dekade dan banyak pelanggan yang puas," ujar Pak Manh sambil tertawa.
Kedai ini menyediakan 3 menu andalan, yakni kopi hitam, kopi susu, dan es kopi dengan harga berkisar 15.000 VND - 20.000 VND/cangkir.
"Tempat ini rumah saya, jadi saya tidak perlu mengeluarkan uang sewa. Makanya saya ingin menjualnya sedikit lebih murah agar semua orang, dari muda hingga tua, bisa menikmatinya. Kadang-kadang, kalau ada yang cuma punya uang beberapa ribu dan minta beli kopi, saya jual juga. Saya tidak menyesal," ujar Pak Manh sambil tertawa terbahak-bahak, jujur.
Karena keterbatasan tempat, restoran ini tidak menyediakan tempat parkir. Kebanyakan pelanggan memarkir motor mereka di kedua sisi gang, atau duduk di dinding atau di sadel untuk bersantai dan mengobrol sebelum memulai hari kerja yang sibuk.
Ngoc Duy (lahir 2002, Go Vap) sedang berada di kedai pada suatu pagi di akhir pekan. "Saya sangat suka kopi susu di kedai ini, aroma kopinya kuat dan khas. Bagi pencinta kopi seperti saya, ini benar-benar tempat yang langka untuk menikmati cita rasa kopi yang penuh nostalgia ini," ujar Duy.
Pelanggan yang datang ke kedai kopi Pak Manh beragam, mulai dari anak muda, pekerja kantoran, hingga pekerja lansia, semuanya mampir untuk memesan secangkir kopi "sangat murah" di jantung Kota Ho Chi Minh. Kedai ini ramai dari pagi hingga tengah malam.
"Sebelum berangkat kerja, saya selalu mampir untuk memesan secangkir kopi hitam agar tetap terjaga. Untuk pekerja seperti saya, harganya terjangkau, dan kopinya memiliki rasa pahit yang sedang, sesuai dengan selera saya," kata seorang pelanggan.
Pak Manh mengatakan bahwa ketika neneknya pertama kali membuka kedai, kedai itu dinamai menurut namanya, tetapi kemudian ketika diwariskan kepada anak dan cucunya, orang-orang mulai menyebutnya kopi saring Phan Dinh Phung. Dan nama ini tetap melekat pada kedai tersebut hingga sekarang.
Putra bungsu saya sudah kelas 12 dan dia ingin belajar membuat kopi bersama saya dan mengikuti jejak ayahnya. Saya diam-diam senang. Saya mendukung putra saya dalam karier apa pun, tetapi saya lebih senang karena dia bersemangat dengan profesi tradisional ini," kata Pak Manh sambil tersenyum bahagia.
Vo Nhu Khanh
[iklan_2]
Sumber






Komentar (0)