Kontroversi tidak pernah berakhir
Sutradara James Cameron, yang dulu menentang AI, kini yakin bahwa teknologi ini dapat diterapkan untuk mengurangi biaya pembuatan film tanpa harus memberhentikan staf. Dalam unggahan media sosial baru-baru ini, ia menekankan: "Untuk menghasilkan karya yang sarat grafis, produser harus memangkas biaya lain, termasuk personel. Dengan dukungan AI, kecepatan produksi dapat dipercepat, siklus produksi dipersingkat, dan sumber daya manusia juga terjamin...".
Ted Sarandos, salah satu CEO Netflix, juga optimis bahwa AI tidak hanya akan membantu menghemat biaya tetapi juga meningkatkan kualitas film. Netflix saat ini telah menerapkan AI untuk desain set, rendering awal, perencanaan pengambilan gambar, dan dukungan VFX. Menurutnya, AI membantu proyek-proyek kecil mengakses efek khusus yang sebelumnya hanya tersedia untuk film-film beranggaran besar.
"Kreativitasnya masih sama, tetapi berkat AI, kita bisa melakukan hal-hal yang mustahil lima tahun lalu. Namun, saya rasa AI tidak akan menggantikan manusia. Teknologi baru akan membantu meningkatkan pengalaman penonton dan pembuat film," tegas Sarandos.
Namun, kontroversi tetap ada. Pemogokan aktor dan aktris Amerika tahun 2023 dipicu oleh kekhawatiran bahwa AI akan menggantikan pekerjaan kreatif. Para aktor menuntut kontrak yang menjamin gambar dan suara mereka tidak akan digunakan untuk melatih AI tanpa persetujuan mereka. Fakta bahwa film-film yang menggunakan AI, seperti Emilia Perez dan The Brutalist, dinominasikan untuk Oscar 2025, atau Adrian Brody, yang dibantu AI untuk meniru aksen Hungaria-nya, memenangkan penghargaan Aktor Terbaik (The Brutalist), dan wajah Tom Hanks yang diremajakan oleh AI dalam film Here... juga memicu gelombang kontroversi yang sengit.
Banyak pakar Hollywood percaya bahwa AI sama sekali tidak berarti tanpa menempatkan pembuat film sebagai pusatnya. Teknologi pada akhirnya harus melayani pembuat film. Pertanyaannya bukanlah apakah AI harus digunakan, tetapi bagaimana menggunakannya agar para seniman dan pembuat film tidak terabaikan.
Sinema Vietnam "mengambil langkah pertama" dengan AI
Pada pertengahan April, Chanh Phuong Films, unit di balik banyak film terkenal: Heroic Blood, Dragon Trap, Let's Wait 2, Teo Em... mengumumkan penyelenggaraan kompetisi film pendek AI pertama yang disebut "Chanh Phuong AI Film Competition".
Dengan slogan "Ketika teknologi membentuk, manusia menghidupkan cerita", menurut penyelenggara, kontes ini menerima 86 entri dan 12 entri terbaik terpilih untuk babak selanjutnya. Tujuan kontes ini tidak hanya untuk menemukan bakat-bakat baru di bidang film berbasis AI, tetapi juga untuk menghargai orisinalitas, kreativitas, dan emosi dalam setiap film.

Sebelumnya, penerapan AI dalam produksi video musik, iklan TV, dan film pendek juga telah diterapkan oleh banyak kreator muda di Vietnam. Sutradara 9X, Pham Vinh Khuong, telah menerapkan teknologi ini dalam produksi video musik: Dai Viet Painting, White Party, Storm Eye, Cheo Moi Lai Ra... dan berencana untuk memproduksi sebuah proyek film. Skyline, sebuah kelompok anak muda yang berspesialisasi dalam restorasi foto para martir, baru-baru ini memperkenalkan film pendek Sac Sac Special Forces yang menggunakan teknologi AI 4K. Film berdurasi lebih dari 3 menit ini telah ditonton lebih dari 418.000 kali, serta mendapatkan ribuan suka dan komentar ketika diunggah di Facebook.
Menurut sutradara Ba Cuong, para pembuat film mendapatkan banyak manfaat karena AI merupakan asisten yang tekun, gesit, dan berpengetahuan luas, sehingga menghemat banyak waktu. Menurutnya, AI dapat diterapkan di berbagai tahap, mulai dari praproduksi (analisis naskah dan prediksi performa, perencanaan produksi, pengembangan ide naskah, pemilihan pemain), produksi (manajemen data studio, dukungan pengambilan gambar dan pencahayaan), pascaproduksi (efek, penyuntingan, koreksi warna, pemrosesan audio, subtitel dan sulih suara), hingga distribusi dan pemasaran (analisis penonton, pembuatan trailer)...
"Meskipun AI banyak digunakan, menurut saya, AI tidak dapat menggantikan pembuatan film tradisional. Sebaliknya, kita dapat memanfaatkan AI untuk mengoptimalkan sumber daya manusia, anggaran, dan waktu, sekaligus menciptakan karya seni yang baru dan inovatif," ujar sutradara Pham Vinh Khuong, orang pertama di Vietnam yang membuat film sepenuhnya berbasis AI. Sementara itu, seorang perwakilan dari Chanh Phuong Films menekankan: "Kombinasi teknologi dan seni memang tak terelakkan, tetapi yang terpenting adalah manusia tetap harus menguasai cerita. Sebuah karya yang sukses bukanlah karya dengan efek terindah, tetapi juga karya yang mampu menggerakkan penonton."
Sumber: https://www.sggp.org.vn/ung-dung-ai-vao-dien-anh-hao-hung-va-than-trong-post795271.html
Komentar (0)