Lima bulan setelah restorannya dihancurkan, pengusaha Afghanistan, Laila Haidari, membuka bengkel kerajinan tangan rahasia. Bengkel Haidari merupakan salah satu dari sejumlah bisnis bawah tanah milik perempuan yang muncul setelah banyak perempuan Afghanistan kehilangan pekerjaan akibat pembatasan ketat Taliban.
Sebelum tahun 2021, pengusaha wanita berusia 44 tahun ini memiliki sebuah restoran populer di Kabul, yang populer di kalangan intelektual, penulis, jurnalis, dan warga asing Afghanistan karena pertunjukan musik dan puisinya yang meriah. Haidari menggunakan sebagian keuntungannya untuk mendanai pusat rehabilitasi narkoba yang didirikannya.
Sebagian besar bisnis yang didirikan oleh perempuan Afghanistan sebelum tahun 2021 berkaitan dengan industri skala kecil. Namun, tren yang jelas adalah semakin banyak perempuan yang memasuki bidang-bidang yang secara tradisional dianggap sebagai "domain" laki-laki, seperti teknologi informasi, komunikasi, ekspor, pariwisata , dan konstruksi.
Perempuan Afghanistan bekerja di sebuah pabrik garmen di provinsi Herat pada 7 Agustus 2023. |
Bahkan bisnis restoran Haidari merupakan pencapaian yang luar biasa, mengingat tabu-tabu dalam hukum Islam yang membatasi interaksi perempuan dengan laki-laki di luar keluarga. Afghanistan juga mulai melihat sejumlah pengusaha perempuan menjalankan bisnis besar milik asing di bidang pertambangan; logistik; serta impor dan ekspor.
Situasi berubah setelah Taliban menguasai negara itu pada Agustus 2021. Pemerintah Taliban mengeluarkan banyak larangan bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam sebagian besar pekerjaan, melarang anak perempuan bersekolah, dan melarang perempuan melanjutkan pendidikan ke universitas. Perempuan tidak diperbolehkan berolahraga , pergi ke tempat umum, atau keluar rumah tanpa ditemani kerabat laki-laki (mahram).
Hanya beberapa hari setelah Taliban mengambil alih negara itu, pusat rehabilitasi narkoba Haidari ditutup, restorannya dihancurkan, dan barang-barangnya dijarah. Bangkit dari reruntuhan, Haidari diam-diam mendirikan bengkel kerajinan yang memotong dan menjahit pakaian, mendesain aksesori fesyen, serta membuat karpet dan dekorasi rumah. Bengkel tersebut mempekerjakan sekitar 50 perempuan, dengan penghasilan per bulan yang sangat minim, yaitu $58. Haidari terus menyumbangkan sebagian keuntungannya ke sebuah sekolah rahasia, tempat 200 siswi belajar, baik secara langsung maupun daring. "Saya tidak ingin anak-anak perempuan Afghanistan melupakan segalanya, atau dalam beberapa tahun kita akan memiliki generasi anak perempuan buta huruf lagi," kata Haidari.
Afghanistan terjerumus dalam krisis ekonomi yang parah setelah banyak negara memangkas bantuan dan membekukan cadangan devisa dalam upaya menghukum pemerintahan Taliban. Akibatnya, ekonomi Afghanistan yang bergantung pada bantuan menjadi lumpuh, jutaan orang kehilangan pekerjaan, pegawai pemerintah tidak dibayar, dan harga makanan serta obat-obatan melonjak. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, negara Asia Selatan ini memiliki 28,3 juta penduduk (setara dengan dua pertiga populasi) yang berada dalam krisis kemanusiaan dan membutuhkan bantuan mendesak.
Krisis ini telah menghantam semua bisnis dengan keras, tetapi kesulitan yang dialami perempuan semakin diperparah oleh larangan keras Taliban, termasuk larangan perempuan bepergian tanpa "mahram". Di negara dengan 2 juta janda, perempuan lajang, dan janda cerai—banyak di antaranya adalah pencari nafkah tunggal bagi keluarga mereka—larangan keras ini secara efektif telah memangkas peluang mereka untuk bertahan hidup.
Meskipun menghadapi pembatasan yang ketat, ribuan perempuan Afghanistan menemukan cara untuk memulai bisnis mereka sendiri di rumah, termasuk Sadaf. Setelah suaminya meninggal pada tahun 2015, Sadaf (yang meminta agar nama aslinya tidak disebutkan) mengandalkan penghasilannya dari salon kecantikan di Kabul untuk menghidupi kelima anaknya.
Bulan lalu, pemerintah Taliban memerintahkan semua salon kecantikan untuk tutup, dengan alasan mereka "menawarkan perawatan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam." Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Sadaf memulai layanan perawatan kecantikan di rumah. Meski khawatir akan larangan-larangan lain yang mungkin berlaku, perempuan berkemauan keras ini tetap menemukan cara untuk mencari nafkah.
Meskipun perempuan dikecualikan dari sebagian besar aspek kehidupan publik, Taliban tidak melarang perempuan menjalankan bisnis, yang memungkinkan beberapa organisasi internasional untuk terus mengawasi proyek-proyek ketenagakerjaan. Lembaga amal CARE Afghanistan berfokus pada pelatihan perempuan Afghanistan dalam menjahit, menyulam, dan membuat makanan seperti kue, selai, dan acar, membantu mereka membuka toko-toko kecil di rumah untuk mencari nafkah.
Dengan fungsi bawaan mengurus keluarga, bahkan dalam situasi sulit dan putus asa, wanita Afghanistan masih berusaha mengatasi semua kebuntuan untuk menemukan cara mengendalikan kehidupan mereka.
HA PHUONG
*Silakan kunjungi bagian Internasional untuk melihat berita dan artikel terkait.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)