Banyak rekan-rekan ketika datang ke Central Highlands memiliki perasaan yang sama, tanah di bawah jajaran pegunungan Truong Son benar-benar megah dan juga penuh misteri.

Bagi kami, kami telah menghabiskan hampir seumur hidup sebagai jurnalis yang terikat dengan Dataran Tinggi Tengah yang agung, menyusuri jalanan ramai menuju desa-desa terpencil. Pemandangan kehidupan di dataran tinggi, yang hanya sesekali kami temui, telah membekas dalam ingatan kami. Kisah-kisah di tengah malam di hutan menghantui kami selamanya. Nama-nama tempat dan wilayah yang khas dataran tinggi. Pegunungan tanpa jejak kaki manusia. Sungai-sungai yang mengalir deras. Hutan yang rindang. Lereng-lereng berbatu tinggi yang menanjak tanpa henti, menanjak tanpa henti, hampir seumur hidup tanpa langkah.
Terkadang, merasakan minimnya lahan pegunungan dan citra masyarakat dataran tinggi membuat artikel tersebut terkesan kurang bersemangat.

Bekerja sebagai jurnalis di Dataran Tinggi Tengah, saya telah menjelajahi begitu banyak desa. Begitu banyak cerita yang telah saya dengar dan buku yang telah saya baca berulang kali. Hutan suci, aliran air tawar. Lagu dan tarian rakyat yang memesona. Saya tak pernah bisa melupakan sitar yang pernah saya dengar. Hukum adat yang masih memegang teguh nilai-nilainya dan banyak pengetahuan adat yang mengejutkan dan memukau kita. Itulah Dataran Tinggi Tengah.
Sang jurnalis mengira ia mengerti sesuatu, lalu menyadari ia tidak mengerti apa pun. Lalu ia merenung, lalu ingin pergi bertamasya, bersemangat untuk mencari tahu. Semakin jauh ia pergi, semakin ia mencari, semakin ia kehabisan napas. Ia menyadari bahwa budaya Dataran Tinggi Tengah adalah ruang yang luas dan apa yang ia ketahui hanyalah setetes air di lautan luas hal-hal yang tak diketahui.
Di tempat ini pula, ekspresi budaya perlahan-lahan menghilang dan memudar. Hutan dan ruang hidup terkuras habis. Makam-makam terbengkalai. Alat musik perunggu dan barang antik pun luntur. Para perajin tua di desa-desa pergi dan membawa serta "dokumen hidup" dari suatu wilayah budaya yang unik ke negeri Yang. Banyak nilai budaya tradisional terancam luntur dan hilang.

Namun di tempat ini juga, anak-anak Dataran Tinggi Tengah masih menyimpan kecintaan yang membara terhadap desa mereka, kecintaan yang melekat pada budaya berusia ribuan tahun yang diwariskan oleh para leluhur mereka. Kecintaan yang mengalir bagaikan darah di nadi mereka. Kecintaan yang bagaikan penyesalan atas apa yang perlahan pergi. Anak-anak muda Dataran Tinggi Tengah hidup dalam nostalgia akan kisah-kisah mereka, akan desa-desa mereka, tepat di tanah air mereka yang berusia ribuan tahun...
Selama bertahun-tahun bekerja sebagai jurnalis di Dataran Tinggi Tengah, kami dan banyak rekan telah mencari dan menulis tentang warisan budaya berbagai kelompok etnis, menjelaskan ruang hidup, lembaga hutan desa, rangkaian ritual pertanian , rangkaian ritual siklus hidup; menganalisis sumber "gen" budaya; menceritakan kisah tentang desa-desa, para pengrajin rakyat yang dihormati, dan "harta karun hidup" hutan agung.
Kami juga berupaya memurnikan nilai-nilai budaya, pengetahuan adat yang perlu dilestarikan, dan adat-istiadat yang terbelakang dan biadab yang perlu dihilangkan. Para jurnalis, dengan tanggung jawab kewarganegaraannya, berupaya mencari cara untuk menjelaskan penyebabnya dan mengusulkan solusi yang bermanfaat kepada pihak berwenang di semua tingkatan, kepada badan-badan manajemen dan fungsional.

Wartawan bukanlah peneliti, bukan pula pakar di bidang budaya, tetapi wartawan memiliki keuntungan menjadi saksi. Terkadang, itu hanya hal-hal sederhana. Menatap kaki-kaki yang tertutup tanah basal. Mendengarkan suara tetua desa yang bercerita. Mendengar derak kayu bakar di sudut rumah panggung di desa terpencil atau suara alat musik bambu yang bergema di malam hari, kicauan burung gunung di hutan... Sekuntum bunga yang tak kita kenal namanya mekar di negeri asing. Sungai yang kita arungi untuk pertama kalinya. Sebuah peninggalan, sebuah tempat terkenal, sebuah cerita rakyat, sebuah lagu kuno...
Begitu saja, tetapi itulah perbedaannya, perbedaan yang menciptakan identitas. Identitas kehidupan akan menciptakan daya tarik karya jurnalistik. Para jurnalis akan datang dan pergi. Datang dan rasakan serta rasakan sensasinya melalui pengalaman dan penemuan . Hal-hal yang familier dan hal-hal yang asing. Dan jika kita merasakannya lebih dalam, kita akan menemukan keanehan bahkan pada hal-hal yang tampak sangat familier.
Sumber: https://baodaknong.vn/lam-bao-giua-mach-nguon-van-hoa-tay-nguyen-256105.html
Komentar (0)