Kementerian Kesehatan Masyarakat Thailand mengatakan residu etilen oksida harus diuji dalam mi instan
Surat kabar The Nation pada tanggal 28 November mengutip seorang pejabat dari Kementerian Kesehatan Masyarakat Thailand yang mengatakan bahwa lembaga tersebut telah berhasil mengembangkan teknik untuk mendeteksi residu etilen oksida dalam makanan dan harus menguji mi instan.
Yongyos Thammawut, wakil sekretaris tetap Kementerian Kesehatan Masyarakat, mengatakan pengujian acak harus dilakukan pada produk mi instan, setelah Uni Eropa (UE) baru-baru ini menemukan bahan kimia dalam vanili yang digunakan dalam lebih dari 10 formula merek es krim populer.
Etilen oksida diklasifikasikan sebagai zat berbahaya berdasarkan Undang-Undang Zat Beracun tahun 1992, kata pejabat tersebut. Bahan kimia ini tidak berbau dan awalnya digunakan untuk mensanitasi peralatan medis yang tidak tahan suhu tinggi.
Menurutnya, zat ini telah terbukti menyebabkan kanker akibat mutasi genetik dan juga dapat memengaruhi sistem reproduksi. Konsumsi zat ini juga dapat menyebabkan iritasi mata, kulit, sistem pernapasan, serta sistem saraf pusat.
Ia mengatakan Uni Eropa telah melarang penggunaan etilen oksida sebagai disinfektan, tetapi beberapa negara masih mengizinkan penggunaannya. Thailand akan segera mengklasifikasikan makanan apa pun yang terkontaminasi etilen oksida sebagai makanan di bawah standar berdasarkan Undang-Undang Standar Pangan 1979.
Departemen Ilmu Kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan Masyarakat Thailand telah mengembangkan teknik untuk mendeteksi residu etilen oksida yang disebut kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS). Ini adalah metode standar yang digunakan oleh Uni Eropa untuk menguji pestisida.
Bapak Yongyos lebih lanjut mencatat bahwa barang yang diimpor ke Thailand oleh importir mi instan dapat diuji secara acak dengan biaya 5.000 baht (VND3,5 juta) per sampel.
[iklan_2]
Tautan sumber






Komentar (0)