Saya seorang gadis dari Hanoi. Ekonomi keluarga saya biasa-biasa saja, tetapi orang tua saya selalu berusaha keras untuk mengurus saya agar saya dapat menjalani kehidupan yang sejahtera dan mendapatkan pendidikan yang layak. Tentu saja, orang tua saya berharap saya dapat menikah dengan pria yang kaya, baik hati, dan terutama tulus yang mencintai putri mereka.
Tak mengecewakan orang tua, setelah lulus kuliah saya langsung diterima bekerja di salah satu perusahaan terbesar di kota dengan gaji tinggi dan tunjangan yang memadai. Sebagai orang yang berpengetahuan luas, berpenampilan menarik, dan selalu berdedikasi pada pekerjaan, saya dicintai banyak rekan kerja.
Suatu kali, secara kebetulan, saya bertemu dan memiliki firasat baik tentang seorang pria tampan bernama Hoang, kepala departemen di sebelah saya. Setelah beberapa lama mengejarnya, saya pun menerima perasaan saya dan resmi jatuh cinta padanya.
Kami telah saling mencintai selama lebih dari 2 tahun sekarang dan kami berdua ingin menikah karena kami tidak lagi muda.
Hari ketika Hoang membawa saya pulang untuk bertemu orang tuanya, saya terkejut melihat orang tuanya tinggal di sebuah rumah tua mungil berlantai dua, diapit oleh dua rumah tetangga berlantai lima. Saat itu, saya tak ragu menyalahkannya karena bekerja begitu lama tanpa menabung untuk membangun rumah yang bagus bagi orang tuanya. Ia tersenyum dan berkata: "Saya juga menyarankan untuk merobohkan rumah lama dan membangun yang baru, tetapi orang tua saya bilang rumah itu punya banyak kenangan indah sehingga mereka ingin mempertahankannya. Saya menghormati keinginan orang tua saya, jadi saya tidak berani menghancurkannya."
Di permukaan, saya tersenyum dan setuju, tetapi dalam hati, saya berpikir pacar saya mungkin menghabiskan semua uangnya dan tidak punya uang untuk membantu orang tuanya, jadi dia terpaksa mengatakan itu. Meskipun begitu, saya tetap memutuskan untuk menikah dengannya karena saya pikir orang tuanya kaya atau miskin tidaklah penting, karena saya tidak akan tinggal bersama mereka di masa depan, lebih baik bagi pasangan ini untuk mandiri.
Ketika saya memberi tahu orang tua saya bahwa saya ingin menikahi Hoang, mereka sangat terkejut. Setelah berpikir sejenak, ayah saya berkata bahwa ia akan pergi bersama ibu saya untuk mengunjungi rumah Hoang sebelum mengambil keputusan.
Foto ilustrasi
Hari ketika orang tua saya datang berkunjung, mereka melihat rumah Hoang begitu tua, sehingga ayah saya hanya bisa menghela napas. Sekembalinya ke rumah, ia berkata kepada saya: "Saya sama sekali tidak menyukai keluarga pacarmu, tetapi mertuamu sangat ramah, dan calon menantumu juga pandai berbicara, jadi saya setuju untuk membiarkanmu menikah dengannya. Keluarga suamimu sangat miskin, akan sulit bagimu untuk menikah dengannya. Tetapi karena kamu telah memutuskan untuk menikah dengannya, kamu harus memperlakukan mertuamu dengan baik di masa depan. Menjadi miskin bukanlah kejahatan, tetapi jika kamu tidak berbakti dan memandang rendah keluarga suamimu, kamu akan melakukan kejahatan besar."
Dulu, orang tua saya selalu dengan bangga mengatakan bahwa saya gadis yang lembut dan berbakat, dan menikah dengan keluarga mana pun akan membuat mereka bahagia. Karena kesulitan membesarkan saya, ayah saya ingin keluarga mempelai pria membayar mahar sebesar 50 juta VND sebelum kami bisa menikah. Namun, ketika mengetahui situasi keluarga pacar saya, ia memutuskan untuk tidak menerima mahar tersebut lagi.
Upacara pertunangan kami digelar kurang dari sebulan kemudian. Namun, ketika keluarga mempelai pria membawa mas kawin, keluarga saya terharu ketika kepala keluarga membuka mas kawin tersebut. Di dalamnya terdapat nampan berisi uang, semuanya pecahan 500.000 VND. Keluarga mempelai pria mengatakan ada 500 juta VND di dalamnya, yang membuat semua anggota keluarga mempelai wanita terkejut dan bingung, karena mereka tidak tahu harus berbuat apa dengan uang sebanyak itu.
Untungnya, ayah saya cepat tanggap dan menerima uang itu, sambil berkata bahwa ia akan meninggalkannya agar saya dan suami bisa membeli rumah. Namun, ibu mertua saya berkata: "Saya sudah membelikan anak-anak saya sebuah apartemen di dekat rumah. Setelah menikah, mereka akan pindah ke sana untuk hidup nyaman. Sisa 500 juta itu adalah uang yang saya dan suami saya berikan sebagai ucapan terima kasih karena telah membesarkan kami sehingga kami bisa memiliki menantu yang baik. Jadi, kamu tidak perlu terlalu banyak berpikir, terima saja."
Mendengar ini, saya tercengang. Ternyata orang tua suami saya tidak semiskin yang dipikirkan banyak orang. Mereka terbiasa hidup hemat dan tidak suka memamerkan kekayaan mereka.
Menerima uang sebanyak itu. Ibu saya bilang, apa pun kata mertua, kami tetap harus mencari cara untuk mengembalikannya. Kalau kami mengambilnya, kami tinggal ambil beberapa juta saja karena toh itu hasil keringat dan air mata orang lain. Kami tidak bisa menikmatinya tanpa bekerja keras. Ayah saya berpikir mertua itu baik hati dan kalau kami tidak menerimanya, mereka akan sedih, jadi beliau ingin menyimpan semua uang itu di bank untuk berjaga-jaga kalau-kalau saya dan suami membutuhkannya. Mendengar perkataan ayah saya, ibu saya berhenti berpikir dan setuju.
[iklan_2]
Source: https://giadinh.suckhoedoisong.vn/quyet-tam-lay-ban-trai-ngheo-kho-vao-le-an-hoi-nhin-qua-cuoi-nha-trai-mang-sang-ca-nha-toi-ai-nay-deu-giat-minh-thang-thot-172240930100957379.htm










Komentar (0)